Ribuan buruh melakukan aksi demonstrasi menuntut upah layak di berbagai daerah, termasuk Jakarta dan sejumlah kawasan industri, sejak Kamis (30/10).

Mereka menamainya sebagai aksi mogok nasional dan berlangsung selama dua hari hingga Jumat (1/11). Aksi itu melumpuhkan aktivitas pabrik dan membuat pengusaha mengalami kerugian ratusan miliar rupiah.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan karena buruh menilai Pemerintah tidak merespons dialog maupun aksi yang dilakukan buruh.

Beberapa tuntutan buruh di antaranya upah layak khusus untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya Rp3,7 juta, jaminan sosial, disahkannya RUU PRT, dihapuskannya UU Ormas, dan dihapuskannya sistem alih daya atau outsourcing.

Iqbal yang mewakili kaum buruh merasa selama ini buruh selalu ditindas dengan upah yang murah.

"Sejak zaman Orde Baru, buruh selalu diupah murah. Sekarang saatnya untuk melawan rezim upah murah," tegas Iqbal.

Dia menjelaskan, dengan upah buruh yang hanya sebesar Rp2,2 juta per bulan itu, buruh harus berutang setiap bulannya karena upah yang diterima tidak mencukupi kebutuhan.

"Setiap bulannya paling tidak buruh berutang sekitar 11 persen dari gaji mereka. Mereka menutupinya dengan menggunakan kartu kredit. Jadi, buruh setiap bulan, gali lubang tutup lubang," terang dia.

Iqbal juga mengkritik Pemerintah yang dinilai tidak mempunyai konsep pengupahan buruh, yang hanya mencantumkan 60 komponen kebutuhan hidup layak (KHL).

"Pemerintah tidak punya konsep pengupahan, sedangkan kami punya yaitu 84 komponen KHL," tukas dia.

Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2012 jumlah komponen KHL sebanyak 60 komponen, yakni makanan dan minuman (11 item), sandang (13 item), perumahan (26 item), pendidikan (dua item), kesehatan (lima item), transportasi (satu item), serta rekreasi dan tabungan (dua item).

Sementara itu, KSPI melansir seharusnya ada 84 komponen, di antaranya untuk makanan termasuk di dalamnya, yakni beras, makanan sumber protein, kacang-kacangan, susu bubuk, gula pasir, minyak goreng, sayuran, buah, karbohidrat lain, dan teh atau kopi.

Untuk sandang, yaitu celana panjang/rok merek cardinal atau boss, celana pendek, kemeja tangan pendek, kaos lengan pendek, baju tidur, jaket, kaos oblong/BH, celana dalam merek GT Man, sarung/kain panjang cap gadjah duduk, sepatu (semir+sikat), kaos kaki, sandal jepit, sandal semi dinas, handuk mandi, tas kerja, sapu tangan, dompet, jam tangan, ikat pinggang, topi/kerudung, payung/jas hujan, perlengkapan ibadah.

Perumahan meliputi sewa rumah tipe 36/72, dipan, kasur, keset kaki, sprei, meja kursi, lemari pakaian, hanger, korden, sapu ijuk, sapu lidi, kain pel, tempat sampah, pengki, rak piring, perlengkapan makan, pisau dapur, gunting, talenan, ceret alumunium, wajan, panci, sendok, kompor gas, gas, ember plastik, gayung, tikar, meja setrika, setrika, kipas angin, mesin cuci, dispenser, magic com, listrik, bola lampu pijar, air bersih, sabun cuci.

Pendidikan berupa buku bacaan, televisi, radio tape recorder. Sementara untuk komponen kesehatan mencakup di antaranya sarana penunjang kesehatan (pasta gigi, sabun mandi, sikat gigi, shampoo, pembalut, alat cukur, pembersih muka, sisir, minyak rambut, gunting kuku, cotton bud, parfum, bedak, lipstik, handbody lotion, kapas, cermin, karbol pewangi), suplemen, obat anti nyamuk dan potong rambut.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan bahwa kenaikan upah buruh tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi buruh.

Menurut Sofjan, yang paling penting adalah peranan Pemerintah dalam menyelesaikan masalah seperti dalam penyediaan rumah murah, biaya kesehatan yang terjangkau, dan transportasi murah.

"Selain itu, Pemerintah juga memiliki tugas untuk menyediakan rumah murah, kesehatan, dan juga menjaga inflasi, sementara para pengusaha juga telah membantu dari sisi upah dan juga asuransi untuk para pekerja," ujar Sofjan.

    
 

Belum Jadi Subjek

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa Pemerintah mempunyai konsep pengupahan dengan memasukkan 60 komponen dalam KHL.

"60 komponen KHL itu lebih banyak dari tuntutan pengusaha. Pengusaha ingingnya 46 item untuk KHL," ujar Muhaimin.

Muhaimin mengakui jika Sistem Pengupahan Nasional belum meletakkan buruh sebagai subjek dalam perusahaan.

"Sistem pengupahan kita belum meletakkan pekerja sebagai subjek dalam perusahaan sehingga kerap terjadi gesekan ketika menyinggung soal upah," ujarnya.

        Salah satu upaya mengatasi hal itu, lanjut dia, adalah dengan upaya meletakkan buruh sebagai subjek.

"Tentunya pekerja tersebut juga harus memiliki kompetensi," kata Muhaimin.

Ia mengusulkan metode penerapan bagi hasil produktivitas atau "productivity gain sharing" dapat menjadi salah satu alternatif sistem pengupahan.

"Model pengupahan dengan mempertimbangkan konsep 'productivity gain sharing' ini mampu membangun kemitraan antara pengusaha dan pekerja dalam menentukan skala upah secara bipartit," ujar Muhaimin.

Dengan menggunakan metode itu, kata dia, setiap pertumbuhan produktivitas yang dicapai oleh perusahaan bisa memberikan sumbangannya pada upah buruh.

"Dengan model ini, akan timbul motivasi tenaga kerja untuk meningkatkan kinerja secara bertanggung jawab dalam rangka mendongkrak pertumbuhan nilai tambah perusahaan," tambah dia.

Dengan pertumbuhan nilai tambah perusahaan tersebut, lanjut Menakertrans, akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja itu sendiri.

Penerapan bagi hasil produktivitas, kata Muhaimin, sejalan  dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pada Pasal 92 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa pengusaha menetapkan skala upah berdasarkan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

"Begitu juga dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2013, Presiden juga telah menginstruksikan untuk merumuskan secara komprehensif sistem pengupahan nasional yang  mampu mengakomodasi kepentingan
baik pengusaha maupun tenaga kerja," jelas Muhaimin.

Ia berharap para pemangku kepentingan dapat mempelajari, memahami, dan mendiskusikan keseluruhan aspek, keuntungan, dan kelemahan dari model penerapan bagi hasil produktivitas tersebut.

Dengan demikian, dapat menjadi masukan kepada pemerintah untuk menetapkan suatu Sistem Pengupahan Nasional yang menguntungkan semua pihak.

Contoh perusahaan yang telah menerapkan metode itu adalah Astra Honda Motor. Muhammad Aditya Warman mengatakan bahwa sistem pengupahan yang dilakukan Astra juga mempertimbangkan berbagai hal seperti inovasi maupun ide yang berasal dari pekerja.

"Setiap inovasi kami berikan penghargaan bahkan hingga kunjungan ke luar negeri," kata Aditya.

Selain itu, sambung Aditya, setiap ide akan efisiensi dari pekerja juga dinilai dan diberi penghargaan sehingga para buruh merasa puas dengan sistem pengupahan di perusahaan itu.

Pewarta: Oleh Indriani

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013