Benghazi, Libya (Antara/AFP) - Seorang perwira intelijen Libya tewas dalam ledakan bom mobil di kota wilayah timur, Benghazi, Rabu, tiga hari setelah seorang rekannya mengalami nasib serupa, kata satu sumber rumah sakit.

"Perwira Abusif al-Mabruk tewas akibat luka-lukanya," beberapa jam setelah ledakan itu, kata juru bicara Rumah Sakit Al-Jala, Fadia al-Barghathi, kepada AFP.

Kolonel Abdallah al-Zaidi, seorang juru bicara pasukan keamanan, mengatakan, perwira intelijen angkatan darat yang berusia 44 tahun itu terluka parah ketika bom yang dipasang di mobilnya meledak di daerah Al-Berka di Benghazi.

Minggu, seorang perwira intelijen militer bernama Suleiman al-Fissi juga tewas ketika bom yang dipasang di mobilnya meledak.

Pemboman itu juga melukai serius istri dan kedua anaknya.

Dalam insiden lain Rabu, Kolonel AD Issam al-Houidi cedera dalam usaha pembunuhan di dekat Derna sebelah timur Benghazi, kata kantor berita LANA, namun jiwanya tidak dalam bahaya.

Selasa larut malam, pasukan keamanan menemukan dan menjinakkan sebuah bom di pusat medis Benghazi, dan mungkin senjata itu akan diledakkan dengan pengendali jarak jauh.

Pemboman Rabu itu merupakan yang terakhir dari serangkaian serangan terhadap pejabat keamanan Libya di Benghazi dalam beberapa waktu terakhir ini.

Pada 18 Oktober, kepala polisi militer Libya, Kolonel Mustapha al-Barghathi, tewas dalam serangan di kota itu.

Barghati tewas akibat luka-luka tembakan di kepala dan dada di rumah sakit Al-Jala di kota kawasan Laut Tengah itu, kata Zaidi, dengan menambahkan bahwa ia adalah perwira pertama di jajaran militer Muamar Gaddafi yang membelot dan membentuk pasukan pemberontak pada 2011.

Pada 13 Oktober, seorang perwira Angkatan Udara Libya juga dibunuh dalam serangan serupa.

"Penyerang-penyerang tak dikenal melepaskan tembakan ke arah Abdelfattah al-Ryani, seorang perwira angkatan udara, di daerah Al-Hadaek, Benghazi," kata Zaidi kepada AFP.

Perwira itu "tewas setelah tertembak di kepala dan dada", katanya.

Benghazi, tempat lahirnya pemberontakan anti-pemerintah yang menggulingkan rejim Muamar Gaddafi, dilanda pemboman dan serangan-serangan terhadap aparat keamanan dan juga konvoi serta organisasi internasional dan beberapa misi Barat.

Pihak berwenang menyalahkan kelompok garis keras atas kekerasan itu.

Militan yang terkait dengan Al Qaida menyerang Konsulat AS di Benghazi yang menewaskan Duta Besar AS untuk Libya, Chris Stevens, dan tiga warga lain Amerika pada 11 September 2012.

Pemerintah baru Libya hingga kini masih berusaha mengatasi banyaknya individu bersenjata dan milisi yang memperoleh kekuatan selama konflik bersenjata yang menggulingkan Muamar Gaddafi.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013