Lembaga lingkungan hidup Jejak Bumi Indonesia mengungkapkan lebih dari 64 ribu hektare hutan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, termasuk dalam lahan kritis akibat alih fungsi menjadi area perkebunan.

Pendiri Jejak Bumi Indonesia Ogan Komering Ulu (OKU), Hendra Setyawan di Baturaja, Kamis, menjelaskan berdasarkan data, dari 70.096,51 hektare kawasan hutan di Kabupaten OKU, 64.657,89 ha di antaranya merupakan lahan kritis akibat perambahan liar.

"Lahan kritis ini yang paling banyak di daerah Kecamatan Ulu Ogan, MuaraJaya, Pengandonan dan Lengkiti," katanya.

Menurut dia, perambahan hutan secara liar oleh oknum masyarakat ini sebagian besar dialihfungsikan menjadi area perkebunan kopi dan kebun kelapa sawit yang memiliki daya isap air rendah.

Selain merusak ekosistem hutan, kata dia, alih fungsi ini juga memicu sering terjadinya bencana banjir dan tanah longsor khususnya di daerah bantaran sungai.

"Karena bantaran sungai tidak ada lagi pohon penyerap air yang saat ini telah habis ditebangi oknum warga yang tidak bertanggung jawab," jelasnya.

Oleh karena itu, untuk membantu pemerintah dalam upaya melestarikan alam sekitar, Jejak Bumi Indonesia melaksanakan gerakan menanam pohon di Daerah Airan Sungai (DAS) Ogan agar memiliki penyangga guna mengantisipasi bencana banjir dan tanah longsor.

Adapun jenis bibit pohon yang ditanam tersebut seperti tanaman bambu, durian, duku yang ditanam di sepanjang bantaran Sungai Ogan wilayah setempat.

"Ada 2 ribu bibit pohon yang kami tanam setiap tahunnya. Dipilihnya jenis tanaman ini karena memiliki daya hisap air yang sangat tinggi sehingga diharapkan dapat mencegah banjir dan tanah longsor di Kabupaten OKU," ujarnya.

Pewarta: Edo Purmana

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021