Jakarta (Antara Bengkulu) - Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Nurdadi Saleh menyatakan sedikitnya 800 dokter siap ambil bagian untuk aksi solidaritas keprihatinan nasional pada Rabu (27/11) di Bundaran Hotel Indonesia (HI) menuju Mahkamah Agung (MA), Jakarta.

"Saya menaksir 800 sampai 1000 dokter akan ikut aksi solidaritas di Bundaran HI besok," ujar Ketua POGI Pusat, Nurdadi Saleh kepada Antara saat ditemui di kantor POGI, Jakarta Pusat, Selasa.

Aksi nasional pada Rabu itu juga akan dilakukan serentak oleh dokter-dokter di seluruh Indonesia dan dilakukan para dokter khususnya dokter kandungan sebagai aksi solidaritas terhadap rekan mereka dokter Hendry Siagian, dokter Dewa Ayu serta dokter Hendry Simanjuntak terkait kasus dugaan malpraktek yang telah menyeret dua orang dokter di atas ke penjara.

"Kami melakukan aksi solidaritas yang bertanggung jawab, tetap ada yang bertugas di rumah sakit untuk urusan darurat," katanya.

Di Jakarta, para dokter yang ikut dalam aksi solidaritas tersebut antara lain anggota POGI Jaya (Jakarta), alumni dokter Universitas Samratulangi, Manado yang sedang bertugas di Jakarta, alumni dokter dari Universitas Kristen Indonesia, kelompok dokter Indonesia bersatu, serta anggota persatuan dokter spesialis lain.

Nurdadi Saleh juga telah memberikan surat edaran ke seluruh POGI cabang di Indonesia untuk melakukan aksi solidaritas yang isinya merupakan  himbauan untuk mengenakan pita hitam serta pin yang bertuliskan "antikriminalisasi dokter" dan diimbau tidak melakukan praktek kecuali untuk urusan darurat.

"Dua tadi wajib (memasang pita dan pin serta tidak melakukan praktek), (aksi) selebihnya saya bebaskan," ujar Nurdadi.

Beberapa daerah telah menyatakan akan ikut menggelar aksi turun ke jalan yaitu POGI Bandung dan POGI Manado.

Aksi keprihatinan itu digelar para dokter khususnya dokter kandungan sebagai bentuk dukungan terhadap rekan mereka dr Hendry Siagian, dr Dewa Ayu serta dr Hendry Simanjuntak yang diduga telah melakukan malpraktek kepada pasien Julia Fransiska Makatey.

Aksi itu juga dimaksudkan sebagai aksi protes terhadap tindakan aparat yang menangkap Hendry Simanjutak yang dianggap tidak manusiawi.

"Kami mengecam aparat yang telah menangkap dr Hendry bagaikan teroris," kata Nurdadi.

Para dokter tersebut berencana untuk mendatangi Mahkamah Agung untuk menuntut pemindahan status dr Ayu dan dr Hendry menjadi tahanan luar dan pengabulan peninjauan kembali kasus tersebut di MA.

Nurdadi mengaku mengkhawatirkan dampak dari kasus dugaan malpraktek tersebut apabila tidak ditangani dengan bijak maka dapat menjadi preseden buruk yaitu tiap pasien meninggal maka dokter yang menangani  akan dipenjarakan.

"Apabila sudah ada ketakutan seperti itu maka dikhawatirkan dokter nantinya tidak akan mau menangani pasien yang darurat karena takut dipenjara bila pasien tersebut meninggal," ujar Nurdadi.

Sementara itu, pasien meninggal bernama Julia Fransiska Makatey (26) merupakan pasien rujukan dari puskesmas dimana pasien yang mengandung anak kedua itu dijadwalkan untuk persalinan normal.

Namun dalam kurun waktu delapan jam di rumah sakit tidak ada kemajuan dalam proses persalinan yang menyebabkan dokter menyatakan pasien dalam keadaan gawat janin dan dilakukan tindakan darurat berupa operasi caesar.    

Tim dokter berhasil mengeluarkan sang bayi perempuan namun kondisi sang ibu memburuk dan kemudian meninggal.

Pihak keluarga yang tidak terima dengan hal tersebut kemudian melaporkan tim dokter yang menangani ke pihak kepolisian.

Kasus tersebut kemudian bergulir ke persidangan dimana pada September 2011, jaksa Pengadilan Negeri Manado menuntut dr Ayu, dr Hendry Siagian dan dr Hendry Simanjuntak dengan 10 bulan penjara namun ketiganya divonis bebas oleh hakim.

Pihak penuntut kemudian mengajukan kasasi ke MA dan dikabulkan sehingga dr Ayu dan dr Hendry Simanjuntak ditangkap dan dijebloskan ke Rutan Malendeng. (Antara)

Pewarta: Oleh Arie Novarina-Hamidah-Helga

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013