Purwokerto (Antara) - Pengamat hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera mengejar aset milik Angelina Sondakh atau Angie agar pidana tambahannya tidak disubsiderkan.
"Ruh pemberantasan korupsi itu pengembalian uang ke negara, bukan pasal pidananya," kata dia, di Purwokerto, Jumat.
Hibnu mengatakan hal itu kepada Antara terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan banding jaksa pada KPK terhadap putusan Angie.
Dalam hal ini, MA memperberat hukuman Angie menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider delapan bulan kurungan.
Selain hukuman 12 tahun penjara, majelis yang dipimpin Hakim Agung Artidjo Alkostar juga memerintahkan Angelina Sondakh untuk membayar uang pengganti sebesar Rp12,580 miliar dan 2,350 juta dolar Amerika atau setara dengan Rp27,4 miliar, sehingga secara keseluruhan Angie harus membayar Rp39,98 miliar.
Bila Angie tidak mampu membayar uang pengganti dalam waktu yang ditentukan, diganti hukuman lima tahun penjara.
Terkait hal itu, Hibnu mengatakan bahwa KPK harus mengupayakan bagaimana caranya agar aset-aset hasil korupsi bisa masuk ke kas negara.
Oleh karena itu, kata dia, terhadap pidana tambahan, jaksa harus mengejar aset Anggie tersebut agar pidana tambahannya jangan sampai disubsiderkan.
"Peraturan perundang-undangan memang (pidana tambahan, red.) disubsiderkan. Tapi itu tidak ada efek jeranya," kata dia yang pernah mengikuti seleksi calon hakim agung pada tahun 2012.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa jaksa pada KPK menyatakan "untuk pemiskinan" yang digambarkan dengan penyitaan aset dan ganti kerugian.
"Penyitaan aset dan ganti kerugian tadi, menurut saya, merupakan utang harusnya. Jadi, utang pada negara, jangan sampai Angie menyubsiderkan (denda dan uang pengganti, red.) dengan pidana kurungan, enak banget itu," kata dia menegaskan.
Ia mengatakan bahwa dalam kasus ini, harus ada keseriusan dari jaksa untuk mengejar aset dan meletakkan sebagai utang pada negara untuk segera dilunasi.
Menurut dia, sebuah putusan sebenarnya bisa tidak disubsiderkan.
Akan tetapi, kata dia, undang-undang menyubsiderkan sehingga hal ini merepotkan.
"Memang harus ada keberanian dari hakim MA, keberanian dari eksekutor untuk menyita aset-asetnya (aset Angie, red.), menyiasati norma hukum yang ada," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Ruh pemberantasan korupsi itu pengembalian uang ke negara, bukan pasal pidananya," kata dia, di Purwokerto, Jumat.
Hibnu mengatakan hal itu kepada Antara terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan banding jaksa pada KPK terhadap putusan Angie.
Dalam hal ini, MA memperberat hukuman Angie menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider delapan bulan kurungan.
Selain hukuman 12 tahun penjara, majelis yang dipimpin Hakim Agung Artidjo Alkostar juga memerintahkan Angelina Sondakh untuk membayar uang pengganti sebesar Rp12,580 miliar dan 2,350 juta dolar Amerika atau setara dengan Rp27,4 miliar, sehingga secara keseluruhan Angie harus membayar Rp39,98 miliar.
Bila Angie tidak mampu membayar uang pengganti dalam waktu yang ditentukan, diganti hukuman lima tahun penjara.
Terkait hal itu, Hibnu mengatakan bahwa KPK harus mengupayakan bagaimana caranya agar aset-aset hasil korupsi bisa masuk ke kas negara.
Oleh karena itu, kata dia, terhadap pidana tambahan, jaksa harus mengejar aset Anggie tersebut agar pidana tambahannya jangan sampai disubsiderkan.
"Peraturan perundang-undangan memang (pidana tambahan, red.) disubsiderkan. Tapi itu tidak ada efek jeranya," kata dia yang pernah mengikuti seleksi calon hakim agung pada tahun 2012.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa jaksa pada KPK menyatakan "untuk pemiskinan" yang digambarkan dengan penyitaan aset dan ganti kerugian.
"Penyitaan aset dan ganti kerugian tadi, menurut saya, merupakan utang harusnya. Jadi, utang pada negara, jangan sampai Angie menyubsiderkan (denda dan uang pengganti, red.) dengan pidana kurungan, enak banget itu," kata dia menegaskan.
Ia mengatakan bahwa dalam kasus ini, harus ada keseriusan dari jaksa untuk mengejar aset dan meletakkan sebagai utang pada negara untuk segera dilunasi.
Menurut dia, sebuah putusan sebenarnya bisa tidak disubsiderkan.
Akan tetapi, kata dia, undang-undang menyubsiderkan sehingga hal ini merepotkan.
"Memang harus ada keberanian dari hakim MA, keberanian dari eksekutor untuk menyita aset-asetnya (aset Angie, red.), menyiasati norma hukum yang ada," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013