Empat warga Desa Pasar Seluma Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma dan empat orang aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu ditangkap anggota kepolisian saat melakukan aksi penolakan tambang pasir besi milik PT Faminglevto Bakti Abadi.
"Atas nama undang-undang saya selaku penanggung jawab keamanan di Kabupaten Seluma memerintahkan ibu-ibu untuk meninggalkan tempat sekarang juga," kata Kapolres Seluma AKBP Darmawan Dwi Haryanto di Seluma, Senin.
Sebelum dibubarkan paksa, masyarakat yang didominasi ibu-ibu sudah bertahan lima hari dan empat malam di rencana lokasi pertambangan pasir besi.
Penangkapan dan pembubaran paksa tersebut dilakukan tanpa adanya negosiasi warga penolak tambang dan kepolisian. Kapolres Seluma, AKBP Darmawan Dwi Haryanto meminta ibu-ibu meninggal lokasi tambang.
Namun, ibu-ibu tetap memilih bertahan dan anggota Polwan melakukan penarikan paksa ibu-ibu untuk keluar dari lokasi tambang.
Salah satu perwakilan warga, Novika Linda mengatakan bahwa pihaknya merasa kecewa atas perlakuan pihak kepolisian kepada mereka sebab akan membuat warga bertambah solid dan kuat untuk mempertahankan suara masyarakat menolak tambang.
"Kami minta tolong dengan pemerintah. Lihat lah sendiri, kepada bapak gubernur dan presiden. Pak Jokowi, lihat kami pak, selamatkan kami," ujarnya sambil menangis.
Novika mengatakan penolakan tambang pasir besi sudah disampaikan warga sejak 2010 karena dikhawatirkan meningkatkan kerusakan pesisir dan mengganggu aktivitas nelayan tradisional.
Karena itu masyarakat mendesak pemerintah daerah mencabut izin tambang pasir besi tersebut karena menurut warga izin pertambangan perusahaan sudah kedaluarsa.
"Kami sudah menyampaikan permintaan kami. Tapi tidak dipedulikan. Itu alasan kami masih bertahan disini," terangnya.
Hingga saat ini, sejumlah warga masih ditahan oleh pihak kepolisian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"Atas nama undang-undang saya selaku penanggung jawab keamanan di Kabupaten Seluma memerintahkan ibu-ibu untuk meninggalkan tempat sekarang juga," kata Kapolres Seluma AKBP Darmawan Dwi Haryanto di Seluma, Senin.
Sebelum dibubarkan paksa, masyarakat yang didominasi ibu-ibu sudah bertahan lima hari dan empat malam di rencana lokasi pertambangan pasir besi.
Penangkapan dan pembubaran paksa tersebut dilakukan tanpa adanya negosiasi warga penolak tambang dan kepolisian. Kapolres Seluma, AKBP Darmawan Dwi Haryanto meminta ibu-ibu meninggal lokasi tambang.
Namun, ibu-ibu tetap memilih bertahan dan anggota Polwan melakukan penarikan paksa ibu-ibu untuk keluar dari lokasi tambang.
Salah satu perwakilan warga, Novika Linda mengatakan bahwa pihaknya merasa kecewa atas perlakuan pihak kepolisian kepada mereka sebab akan membuat warga bertambah solid dan kuat untuk mempertahankan suara masyarakat menolak tambang.
"Kami minta tolong dengan pemerintah. Lihat lah sendiri, kepada bapak gubernur dan presiden. Pak Jokowi, lihat kami pak, selamatkan kami," ujarnya sambil menangis.
Novika mengatakan penolakan tambang pasir besi sudah disampaikan warga sejak 2010 karena dikhawatirkan meningkatkan kerusakan pesisir dan mengganggu aktivitas nelayan tradisional.
Karena itu masyarakat mendesak pemerintah daerah mencabut izin tambang pasir besi tersebut karena menurut warga izin pertambangan perusahaan sudah kedaluarsa.
"Kami sudah menyampaikan permintaan kami. Tapi tidak dipedulikan. Itu alasan kami masih bertahan disini," terangnya.
Hingga saat ini, sejumlah warga masih ditahan oleh pihak kepolisian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021