Bengkulu (Antara) - Lembaga non-pemerintah Lingkar Institut Bengkulu mendesak pemerintah daerah membentuk satuan tugas penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar.

"Pembentukan satuan tugas atau satgas penanggulangan konflik ini mendesak, selain tingkat konflik tinggi juga sudah ada payung hukumnya," kata Koordinator Lingkar Institut Iswadi di Bengkulu, Rabu.

Ia mengatakan payung hukum pembentukan satgas sudah diterbitkan pemerintah sejak 2008 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 48 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dengan Satwa Liar.

Namun, selama ini implementasinya di lapangan belum berjalan. Sehingga pihaknya mendorong pemerintah daerah yakni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sebagai "leading sector".    
"Sesuai PP Nomor 48 ada 13 lembaga atau instansi yang terlibat dalam satgas ini, ini yang kami dorong untuk dibentuk," tambahnya.

Iswadi mengatakan dari kajian Lingkar Institut Bengkulu, sejumlah konflik manusia dan satwa liar yang terjadi di Bengkulu antara lain manusia dengan harimau, gajah dan beruang.

Tidak hanya menimbulkan kematian bagi satwa liar, tapi juga sudah mengakibatkan korban jiwa, seperti yang terjadi di Kabupaten Kepahiang pada 2011.

"Seorang anak tewas dimangsa harimau, ini menjadi peristiwa tragis yang berpotensi terulang jika tidak ada langkah-langkah konkret," ujarnya.

Untuk pembentukan satgas tersebut, Lingkar Institut dan sejumlah lembaga perlindungan satwa liar lainnya menginisiasi rapat koordinasi bersama 13 instansi dan lembaga yang terlibat.

Iswadi mengatakan dengan keberadaan satgas dan adanya anggaran maka penanganan konflik manusia dengan satwa liar dapat menekan jatuhnya korban.

"Kalau ada ternak milik warga yang dimangsa harimau wajib diganti rugi oleh pemerintah daerah lalu, pendampingan terhadap masyarakat sekitar kawasan hutan," katanya.

Menurut Iswadi, peningkatan konflik antara manusia dan satwa terjadi karena beberapa pemicu antara lain alih fungsi kawasan hutan menjadi permukiman dan kebun.

Selain itu, perburuan terhadap satwa liar dilindungi itu juga masih marak, sehingga perlu peningkatakan ekonomi bagi masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan.

Pewarta: Pewarta Helti Marini Sipayung

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013