Jakarta,  (Antara) - Ketua DPR RI Marzuki Alie menyayangkan  langkah direksi Pertamina yang menaikkan harga elpiji 12 kilogram tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

        Marzuki dalam pernyataan pers yang disampaikan di Jakarta, Minggu, menyatakan, kenaikkan harga dari Rp5.850 per kilogram menjadi Rp9.809 per kilogram atau dari Rp70.200 menjadi Rp117.708 per tabung sangat memberatkan masyarakat.

        Menurut dia, kenaikkan tersebut harus dilaporkan terlebih dahulu  kepada Presiden sebagai pemberi mandat dan juga karena pemberian hak monopoli kepada Pertamina sebagai penugasan.

        "Saya sangat sayangkan langkah direksi Pertamina yang langsung menaikkan harga elpiji 12 kilogram tersebut tanpa melaporkannya kepada Presiden," katanya.

        Marzuki menyatakan, Pertamina diberikan hak monopoli dan punya tanggung jawab kepada masyarakat, tidak bisa begitu saja menaikkan harga elpiji hanya karena harga pasar atau dolar naik saat ini
   "Enak betul kalau sudah dikasih hak monopoli terus harga bisa ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar. Kalau mau menggunakan harga pasar, maka seharusnya hak monopoli tidak diberikan kepada Pertamina. Pertamina 'kan milik negara sehingga punya tanggung jawab publik," katanya.

        Marzuki pun mencontohkan PLN yang diberikan hak monopoli dan tidak bisa seenaknya menaikkan harga dan butuh keputusan pemerintah untuk menaikan tarif dasar listrik.  
   Dengan diberikan hak monopoli terhadap Pertamina artinya tidak ada pihak lain yang boleh  mengimpor gas sehingga seharusnya Pertamina transparan mengenai penentuan harga. Selama ini, kata politisi senior Partai Demokrat ini ada persoalan yang patut dipertanyakan.terkait  monopoli Pertamina karena sangat sulit mengukurnya apakah ada efisiensi atau tidak.

        "Jangan karena Pertamina dikelola tidak efisien, lalu rugi kemudian kerugian itu harus rakyat yang menutupinya. Monopoli saja sebenarnya sudah tidak bagus, apalagi ditambah perilaku yang semena-mena seperti ini tanpa mempertimbangkan kondisi masyarakat," katanya.    
   Kalau mau ditentukan harga pasar dan monopoli Pertamina dihapus maka pemerintah  juga harus tetap mengatur harga, karena jangan sampai harga justru diatur oleh swasta. Pemerintah itu harus melindungi rakyatnya dan jangan mempersulit atau semena-mena.

        "Kecuali tabung yang tiga kilogram itu boleh dimonopoli karena disubsidi pemerintah, tapi harus diawasi dengan ketat pendistribusiannya agar sampai ke rakyat. Jangan sampai pengusaha restoran menggunakan tabung ukuran tiga kilogram. Ini yang harus dikontrol jangan sampai hak rakyat diambil oleh orang yang tidak berhak," katanya.

        Ke depan, dia menganjurkan kepada pemerintah untuk menggunakan gas alam yang berlimpah. Pembangunan infrastruktur gas alam oleh PGN harus dipercepat. Memang karakter gas alam tidak bisa menghasilkan elpiji.     "Seharusnya menghadapi hal ini, pemerintah mempercepat pmbangunan infrastruktur agar masyarakat kita menggunakan gas alam. Gas alam itu bisa disalurkan ke rumah," katanya.

        Hal ini sudah banyak dilakukan di daerah dimana gas alam disalurkan oleh PGN yang bekerjasama dengan pemda setempat. Harganya pun lebih murah, hanya sepertiga dari yang biasa mereka bayarkan.

        "Persoalannya, seriuskah mengurus ini. Menurut saya jika PGN ditugaskan membangun infrastruktur maka bangsa ini lima tahun ke depan akan bisa lebih berhemat dalam hal penggunaan sumber daya gas, tentu saja dengan membangun pipa-pipa itu," katanya.

        Kalau elpiji terus digunakan maka tentunya harganya akan sangat ditentukan oleh harga dolar dan juga ada biaya untuk mengimpornya.   ***2***

Pewarta:

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014