Jakarta (Antara) - Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan penyelamatan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti penyelamatan biduk bocor di tengah lautan, memerlukan kerja keras, sungguh-sungguh serta pantang menyerah untuk memulihkan.

"Kejaksaan Agung memilih mengambil peran tersebut dengan prinsip sekali layar terkembang, pantang surut ke tepian," kata Jaksa Agung dalam makalah berjudul "Peran Kejaksaan Republik Indonesia Dalam Penyelamatan Aset BUMN" yang disampaikan dalam Seminar "Save National Asset - BUMN" di Auditorium Adhiyana, Wisma Antara, Jakarta, Rabu.

Dalam seminar yang diselenggarakan oleh berbagai Serikat Pekerja di BUMN, Jaksa Agung diwakili oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) ST Burhanuddin.

Jaksa Agung mengatakan pada era sekarang yang penuh dengan keterbukaan serta tumpang tindih peraturan perundang-undangan, membuat badan hukum seperti BUMN rawan untuk digugat secara hukum mengenai aset dan kepemilikan.

Peran untuk penyelamatan aset BUMN, katanya, tidak hanya dilakukan oleh BUMN, melainkan melibatkan peran serta masyarakat untuk memantau serta mengkritisi keberadaan BUMN agar tidak keluar dari marwah dan tujuan didirikannya BUMN.

Secara umum, katanya, penyelamatan aset BUMN bisa melalui jalur pidana maupun perdata.

Jalur pidana adalah dengan melakukan penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi terhadap oknum BUMN atau pihak lain yang telah merugikan BUMN dengan proses penyitaan.

Sedangkan lewat jalur perdata adalah tuntutan pembayaran uang pengganti oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) terhadap terpidana maupun berupa bantuan hukum JPN terhadap BUMN untuk memulihkan atau mempertahankan aset negara.

"Kejaksaan Agung telah banyak melakukan perjanjian kerja sama tenang penanganan masalah hukum di bidang perdata dan tata usaha negara dengan BUMN/BUMD," katanya.

Jaksa Agung menyebut contoh peran JPN dalam penyelamatan aset BUMN adalah penanganan perkara Bank Rakyat Indonesia (BRI) melawan PT Mulia Persada Pacisic (PT MPPC) dalam perebutan aset.

Berdasarkan surat kuasa khusus dari Dirut PT BRI (Persero) Tbk kepada Jamdatun Nomor: B-130-DIR/02/2013 tanggal 18 Februari 2013 dan surat kuasa substitusi dari Jamdatun kepada Tim JPN Nomor: SKK-012/G/Gph/02/2013 tanggal 21 Februari 2013 terkait dalam pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung Nomor: 157/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst antara PT BRI (Persero) Tbk dan Dana Pensiun sebagai Termohon Peninjauan Kembali (PK).

Mahkamah Agung melalui putusan PK telah memenangkan BRI atas perebutan aset Gedung BRI II dengan PT MPPC.

Dalam putusan PK itu, MA menghukum PT MPPC untuk menyerahkan Gedung BRI II, gedung parkir dengan seluruh fasilitas beserta hak pengelolaannya kepada BRI melalui Dana Pensiun BRI.

Kejaksaan Agung, katanya, berkomitmen terhadap penyelamatan aset negara melalui instrumen litigasi dan nonlitigasi yang dilakukan oleh bidang perdata dan tata usaha negara.

Peran selaku JPN bersinergi dengan bidang tindak pidana khusus dalam penyelamatan keuangan negara maupun dalam pendampingan kepada BUMN untuk menyelamatkan aset BUMN.

Jaksa Agung juga memberikan gambaran bahwa pada 2011, berhasil melakukan penyelamatan keuangan negara sebesar Rp35,02 triliun dan 112 ribu dolar AS dan empat unit truk, pada 2012 sebanyak Rp2,5 triliun dan 46,2 juta dolar AS serta tanah seluas 120.554 meter persegi, dan pada 2013 sebanyak Rp1,2 triliun dan tanah seluas 13.250 meter persegi.

Ia menambahkan bahwa konsep penegakan hukum telah bergeser dari penghukuman pelaku dengan pidana badan, denda ataupun uang pengganti, menjadi pengejaran terhadap aset yang dikuasai atau dimiliki oleh pelaku.

Ujung dari konsep itu adalah berupa perampasan, penyitaan terhadap aset yang diduga kuat diperoleh hasil dari tindak kejahatan.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014