Jakarta (Antara) - Indonesia Resources Studies menilai pemerintah melanggar UUD 45 dan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara jika masih membolehkan ekspor konsentrat pasca-12 Januari 2014.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara di Jakarta, Jumat mengatakan UU Minerba secara tegas menyatakan hasil tambang wajib diolah dan dimurnikan di dalam negeri paling lambat 12 Januari 2014.

"Dengan demikian, UU tidak hanya mewajibkan pengolahan saja, tapi sampai permunian. Kalau pemerintah masih memberikan ijin ekspor konsentrat, sama saja melanggar UUD dan UU Minerba," ujarnya.

Menurut dia, produk konsentrat seperti yang dihasilkan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara barulah melalui proses pengolahan dan belum sampai pemurnian.

Oleh karena itu, lanjutnya, rencana pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) yang membolehkan ekspor konsentrat setelah 12 Januari 2013 merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan UU Minerba.

Marwan menyayangkan, pemerintah tunduk pada berbagai kepentingan dan tekanan dari berbagai pihak terutama kontraktor asing.

"Kondisi ini menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah terhadap investor asing dan para pemodal besar," katanya.

Ia menambahkan, pelarangan ekspor konsentrat akan meningkatkan nilai tambah berlipat termasuk penciptaan lapangan kerja, menarik investasi asing, dan meningkatkan daya saing Indonesia.

"Hilirisasi mineral ini akan memberikan banyak industri turunan," katanya.

Sebelumnya, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar mengatakan, konsentrat bukanlah termasuk produk pemurnian, sehingga harus diolah lagi agar sesuai amanat UU 4/2009.

"Konsentrat itu merupakan produk olahan. Logam tembaga dengan kadar 99 persen itu baru disebut hasil pemurnian," ujarnya.

Menurut dia, konsentrat tembaga hanyalah peningkatan mutu kadar dari sebelumnya batuan menjadi 25 persen yang berbentuk semacam lumpur.

Dengan demikian, tambahnya, sesuai UU Minerba, maka produk tembaga haruslah dimurnikan hingga menjadi logam dengan kadar 99 persen.

Namun demikian, pemerintah berencana memberikan kelonggaran ekspor sejumlah mineral olahan atau konsentrat dengan alasan ketiadaan "smelter" di dalam negeri.

Kelonggaran tersebut diberikan hingga selesainya pembangunan "smelter" atau diperkirakan sampai 2017.

Pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) dan peraturan Menteri ESDM sebagai tindak lanjut pelonggaran ekspor tersebut.

Kedua aturan tersebut merupakan revisi PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan dan Batubara dan revisi Peraturan Menteri ESDM No 20 Tahun 2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan Pemurnian. Aturan dijadwalkan terbit sebelum 12 Januari 2014.

Saat pertemuan pemerintah dengan pemangku kepentingan tambang, Rabu (8/1), disepakati minimum kadar ekspor mineral yang boleh diekspor yakni konsentrat tembaga 15 persen, konsentrat pasir besi 58 persen, "smelter grade alumina" 99 persen, "chemical grade alumina" 90 persen, nikel "matte" 70 persen, "ferro" nikel 10 persen, nikel "pig iron" 4 persen, logam nikel 93 persen.

Kesepakatan kadar tersebut direncanakan masuk dalam revisi permen ESDM. Pemerintah akan menggelar rapat kabinet kembali untuk membahas revisi PP pada Jumat (10/1). (Antara)

Pewarta: Oleh Kelik Dewanto

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014