Kupang (Antara) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang menilai, penyadapan merupakan bentuk baru teror politik untuk mencuri informasi penting dari pihak lawan.

"Penyadapan itu bentuk baru teror politik untuk mencuri informasi dari pihak lawan, dan harus diingat bahwa kecanggihan teknologi saat ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik," kata Pembantu Rektor I UMK itu di Kupang, Jumat, terkait kasus penyadapan terhadap Gubernur DKI Joko Widodo dan apakah untuk mengetahui pergerakan lawan politik, harus menggunakan penyadapan.

Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menyebutkan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri juga dibuntuti sekelompok "intel", rumah dinas Gubernur DKI Jakarta Jokowi ditemukan tiga alat penyadap ditempat tidur, ruang tamu dan tempat makan.

Ahmad Atang mengatakan, tindakan penyadapan yang dilakukan oleh oknum terhadap rumah jabatan Gubernur DKI Joko Widodo merupakan bentuk sabotase informasi.

Secara politik, kata dia, tindakan penyadapan dilakukan lawan politik yang memanfaatkan orang dalam yang tahu betul tempat-tempat di mana Jokowi melakukan pembicaraan.

Oknum tersebut bisa dari parpol pesaing dalam pemilu mendatang maupun dari kalangan Pemerintah Daerah DKI Jakarta sendiri yang merasa terancam oleh Jokowi, ucapnya.

Dalam hubungan itu, maka sebagai korban, Jokowi tidak harus melihat tindakan penyadapan sebagai hal yang sepele.

Persoalan penyadapan ini harus disikapi secara serius. Sebagai seorang pejabat negara, Jokowi mestinya reaktif agar dapat memberikan efek jera, ujarnya.

"Jadi sekarang kalau ada penyadapan, itu bentuk baru teror politik untuk mencuri informasi penting dari pihak lawan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, sehingga jangan sampai disikapi secara sepele," tuturnya, menambahkan.

Oleh karena itu, kerja-kerja intelijen untuk mengungkapkan hal ini harus dimulai dari orang dalam yakni staf rumah tangga, keamanan atau keluarga dekat dalam rumah jabatan, tandasnya.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014