Bengkulu,  (Antara) - Yayasan Pusat Pendidikan dan Pemberdayaan Untuk Perempuan dan Anak (Pupa) menginisiasi penelusuran sejarah gerakan perempuan di Provinsi Bengkulu.

"Kita selalu dibenturkan pada kenyataan bahwa minim sekali arsip tentang sejarah gerakan perempuan di Bengkulu, oleh sebab itu kita menginisiasi adanya penelusuran sejarah ini baik gerakan secara individu maupun secara organisasi," kata Ketua Yayasan PUPA Bengkulu, Susi Handayani di Bengkulu, Kamis.

Dengan penelusuran tersebut menurut dia, dapat dituliskan dan menjadi sebuah buku sejarah perempuan Bengkulu yang menginspirasi kaum muda setempat.

"Buku ini menjadi referensi, bagaimana perempuan berbagai periode zaman aktif memberikan pengaruh positif terhadap daerah, mereka hidup di zaman dulu bisa berbuat lebih, tidak hanya menjadi ibu rumah tangga, kaum muda sekarang seharusnya bisa berbuat lebih baik lagi," kata dia.

Pada kegiatan yang didukung Badan Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak Provinsi Bengkulu itu, PUPA mengumpulkan seluruh organisasi perempuan setempat untuk kembali mengumpulkan sejarah-sejarah perempuan di daerah itu.

Dia mengatakan, pihaknya telah mewawancarai sebanyak 30 tokoh perempuan untuk pengungkapan jejak sejarah tokoh yang aktif di berbagai bidang pada periode masing-masing.

"Dari sana kami mendapatkan referensi mulai dari tokoh perempuan pada tahun 1900-an yang aktif sebagai redaktur media suara perempuan Indonesia, Soenting Melajoe, dia bernama Amna," katanya.

Sementara itu, Ketua Aisyiyah Provinsi Bengkulu, Yusnidar mengatakan gerakan perempuan Muhammadiyah masuk ke Bengkulu melalui pedagang dari Sumatera Barat sebelum kemerdekaan Indonesia.

"Aisyiyah masuk pada tahun 1927, pada waktu itu, masyarakat khususnya perempuan masih buta huruf, Muhammadiyah memiliki konsep yakni membantu sesama untuk mencerahkan, pemberdayaan dan mensejahterakan masyarakat," kata dia.

Sedangkan, Pendiri Women Crisis Center (WCC) Bengkulu, Yuniarti mengatakan, sejarah gerakan perempuan perlu diungkap dan dipelajari untuk merancang partisipasi kaum perempuan di masa yang akan datang.

"Sebelum WCC terbentuk pada 1974, diawali dengan gerakan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang fokus terhadap isu kesehatan reproduksi perempuan, namun ternyata permasalahan perempuan tidak hanya pada bidang kesehatan, ternyata masih banyak persoalan lain seperti kekerasan, pelecehan seksual dan lainnya, dengan melihat sejarah ke belakang, kita bisa menentukan apa yang harus perempuan lakukan ke depannya," katanya.

***3***

Pewarta: Oleh Boyke LW

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014