Kementerian PPPA mendorong anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual oleh pengasuh panti asuhan di Bitung, Sulawesi Utara berani melapor kepada aparat yang berwajib.
"Saat ini ada satu korban anak yang melapor. Apabila masih ada korban anak asuh lainnya di panti asuhan tersebut, kami harapkan untuk berani bicara dan melapor," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar melalui siaran pers di Jakarta, Senin.
Pihaknya menyesalkan terjadinya kasus ini.
Dia menegaskan kasus ini harus mendapatkan penanganan serius, sedangkan pelaku diberikan sanksi hukum berat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Perbuatan pelaku yang seorang pengasuh panti asuhan sangat tercela. Pelaku dipercaya mengasuh anak-anak laki-laki agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, nyatanya merusak kepercayaan itu dengan perbuatan kejinya melakukan sodomi," kata dia.
Kemen PPPA berupaya memastikan anak yang menjadi korban kasus itu mendapatkan pendampingan hukum dan psikis.
Pihaknya berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) untuk melakukan penjangkauan terhadap korban, membantu memulihkan mental dan trauma korban atas peristiwa yang dialaminya.
Dalam kasus ini, seorang anak asuh laki-laki inisial NF (12) mengalami kekerasan seksual yang dilakukan seorang pengasuh panti asuhan inisial SM (63).
Pelaku diketahui melakukan sodomi dan mempertontonkan film porno lewat ponsel kepada anak asuhnya sejak 2019 hingga 2022 di panti asuhan yang sekaligus taman pengajian tersebut.
Kasus ini akhirnya terungkap karena korban berani memberontak dan melaporkan perbuatan bejat pelaku kepada salah seorang kerabatnya.
Polres Bitung menangkap pelaku dan juga melakukan visum et repertum terhadap korban anak serta menyita barang bukti ponsel.
"Kemen PPPA akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas mulai dari proses hukum hingga reintegrasi sosial korban ke lingkungan masyarakat. Proses pemulihan korban sangat perlu dan menjadi perhatian serius kami dan mendesak hukuman tegas terhadap pelaku atas tindak kejahatannya," kata Nahar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
"Saat ini ada satu korban anak yang melapor. Apabila masih ada korban anak asuh lainnya di panti asuhan tersebut, kami harapkan untuk berani bicara dan melapor," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar melalui siaran pers di Jakarta, Senin.
Pihaknya menyesalkan terjadinya kasus ini.
Dia menegaskan kasus ini harus mendapatkan penanganan serius, sedangkan pelaku diberikan sanksi hukum berat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Perbuatan pelaku yang seorang pengasuh panti asuhan sangat tercela. Pelaku dipercaya mengasuh anak-anak laki-laki agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, nyatanya merusak kepercayaan itu dengan perbuatan kejinya melakukan sodomi," kata dia.
Kemen PPPA berupaya memastikan anak yang menjadi korban kasus itu mendapatkan pendampingan hukum dan psikis.
Pihaknya berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) untuk melakukan penjangkauan terhadap korban, membantu memulihkan mental dan trauma korban atas peristiwa yang dialaminya.
Dalam kasus ini, seorang anak asuh laki-laki inisial NF (12) mengalami kekerasan seksual yang dilakukan seorang pengasuh panti asuhan inisial SM (63).
Pelaku diketahui melakukan sodomi dan mempertontonkan film porno lewat ponsel kepada anak asuhnya sejak 2019 hingga 2022 di panti asuhan yang sekaligus taman pengajian tersebut.
Kasus ini akhirnya terungkap karena korban berani memberontak dan melaporkan perbuatan bejat pelaku kepada salah seorang kerabatnya.
Polres Bitung menangkap pelaku dan juga melakukan visum et repertum terhadap korban anak serta menyita barang bukti ponsel.
"Kemen PPPA akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas mulai dari proses hukum hingga reintegrasi sosial korban ke lingkungan masyarakat. Proses pemulihan korban sangat perlu dan menjadi perhatian serius kami dan mendesak hukuman tegas terhadap pelaku atas tindak kejahatannya," kata Nahar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022