Bandung (Antara) - Peneliti LIPI Destario Metusala menyatakan, spesies baru Anggrek
Kantung dari Sulawesi yang tersimpan di Herbarium Prancis adalah
spesimen yang dibawa dari habitat alaminya secara tidak sah.
Melalui surat elektroniknya yang diterima Rabu malam, Destario Metusala menyatakan, spesies baru Anggrek Kantung dari Sulawesi bernama Paphiopedilum robinsonianum telah dipublikasikan di Prancis pada 2013-2014 oleh kolaborasi William Cavestro, N Bougourd, dan Dr Alistair S Robinson.
William Cavestro adalah taksonom anggrek Prancis, N. Bougourd pemilik Nurseri Anggrek Prancis, dan Dr Alistair S Robinson peneliti Nepenthes-UK.
Destario, yang merupakan peneliti anggrek, dalam siaran persnya menyatakan, anggrek spesies baru tersebut awalnya diketahui keberadaannya melalui sebuah perjalanan "Redfern Natural History Expedition" di Sulawesi, 2013, yang dipandu dan diorganisir Dr Alistair S Robinson, seorang peneliti Nepenthes kenamaan dunia.
Menurut Destario, bagaimana spesimen Paphiopedilum sp dari Sulawesi tersebut dapat terbang ke Prancis dan sampai ke tangan Cavestro?
"Pasalnya, semua spesies Anggrek Kantung (Paphiopedilum spp) hasil perolehan dari habitat alaminya masuk di dalam kategori CITES Apendiks 1," katanya.
Dengan kategori Cites Apendiks 1 berarti tidak dibolehkan dibawa atau diperdagangkan keluar dari negara Indonesia kecuali dengan persyaratan yang ketat. Sedangkan untuk kepentingan nonkomersial seperti penelitian sekalipun, prosedur pengurusan dokumen izin dan persetujuan dari otoritas CITES tetap harus ditempuh.
Menurut Destario, Kepala Seksi Peredaran Luar Negeri Kementerian Kehutanan Inge Yangesa, selaku otoritas manajemen CITES Indonesia mengonfirmasi dan mengungkapkan tidak ada pengajuan izin CITES pada 2013 untuk mengeluarkan anggrek spesies Paphiopedilum dari Indonesia.
"Sehingga dapat dipastikan spesimen tipe yang tersimpan di Herbarium Perancis tersebut dibawa secara ilegal," kata Destario.
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) adalah konvensi antarnegara yang melindungi spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap tekanan perdagangan dan atau peredaran lintas negara.
Siaran pers itu menyebutkan, artikel publikasi Paphiopedilum robinsonianum memberikan informasi detail bahwa anggrek tersebut dikoleksi dari habitat alaminya pada 13 Agustus 2013 dari suatu lokasi di Sulawesi Tengah (detail lokasi sengaja dirahasiakan untuk alasan konservasi). (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014
Melalui surat elektroniknya yang diterima Rabu malam, Destario Metusala menyatakan, spesies baru Anggrek Kantung dari Sulawesi bernama Paphiopedilum robinsonianum telah dipublikasikan di Prancis pada 2013-2014 oleh kolaborasi William Cavestro, N Bougourd, dan Dr Alistair S Robinson.
William Cavestro adalah taksonom anggrek Prancis, N. Bougourd pemilik Nurseri Anggrek Prancis, dan Dr Alistair S Robinson peneliti Nepenthes-UK.
Destario, yang merupakan peneliti anggrek, dalam siaran persnya menyatakan, anggrek spesies baru tersebut awalnya diketahui keberadaannya melalui sebuah perjalanan "Redfern Natural History Expedition" di Sulawesi, 2013, yang dipandu dan diorganisir Dr Alistair S Robinson, seorang peneliti Nepenthes kenamaan dunia.
Menurut Destario, bagaimana spesimen Paphiopedilum sp dari Sulawesi tersebut dapat terbang ke Prancis dan sampai ke tangan Cavestro?
"Pasalnya, semua spesies Anggrek Kantung (Paphiopedilum spp) hasil perolehan dari habitat alaminya masuk di dalam kategori CITES Apendiks 1," katanya.
Dengan kategori Cites Apendiks 1 berarti tidak dibolehkan dibawa atau diperdagangkan keluar dari negara Indonesia kecuali dengan persyaratan yang ketat. Sedangkan untuk kepentingan nonkomersial seperti penelitian sekalipun, prosedur pengurusan dokumen izin dan persetujuan dari otoritas CITES tetap harus ditempuh.
Menurut Destario, Kepala Seksi Peredaran Luar Negeri Kementerian Kehutanan Inge Yangesa, selaku otoritas manajemen CITES Indonesia mengonfirmasi dan mengungkapkan tidak ada pengajuan izin CITES pada 2013 untuk mengeluarkan anggrek spesies Paphiopedilum dari Indonesia.
"Sehingga dapat dipastikan spesimen tipe yang tersimpan di Herbarium Perancis tersebut dibawa secara ilegal," kata Destario.
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) adalah konvensi antarnegara yang melindungi spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap tekanan perdagangan dan atau peredaran lintas negara.
Siaran pers itu menyebutkan, artikel publikasi Paphiopedilum robinsonianum memberikan informasi detail bahwa anggrek tersebut dikoleksi dari habitat alaminya pada 13 Agustus 2013 dari suatu lokasi di Sulawesi Tengah (detail lokasi sengaja dirahasiakan untuk alasan konservasi). (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014