Bengkulu (Antara) - Ramadhan adalah bulan penuh berkah dan merupakan kesempatan yang baik bagi umat Islam untuk meningkatkan amal ibadahnya serta meraih pahala yang besar.

Salah satu upaya untuk hal tersebut yakni dengan berbagi rezeki baik secara langsung maupun melalui perkumpulan atau lembaga yang menanganinya.

Ada yang niat tulus, ada pula yang mungkin "membungkus ketulusan" itu untuk memperoleh sesuatu selain Ridho Allah SWT seperti dukungan suara karena kini eranya kampanye Pemilu Presiden 2014.

Target terdekat untuk bisa menyampaikan keinginan tersebut yakni melalui masjid yang banyak jamaah dan mayoritas telah memiliki hak pilih.

Namun demikian, tidak semudah itu untuk merealiasikannya karena masjid adalah tempat yang steril atau bebas dari segala macam yang berbau politik.

Pengurus Masjid Raya Baitul Izzah Provinsi Bengkulu misalnya, meminta tim sukses pasangan calon presiden di daerah itu tidak mempolitisasi kegiatan ibadah bulan Ramadhan.

"Khususnya kegiatan ibadah yang berada di dalam lingkungan masjid, kami meminta partai politik maupun tim sukses tidak menjadikan ibadah sebagai lahan kampanye," kata Ketua Umum Masjid Raya Baitul Izzah Provinsi Bengkulu Zainawi Yazid.

Mendekati hari Pemilu Presiden 9 Juli 2014, baik parpol maupun tim sukses di Bengkulu mulai meningkatkan intensitas kampanye pemenangan calon presiden yang diusung.

"Terserah sebanyak apa pun mereka berkampanye, namun jangan membawa agama, jangan di rumah ibadah, apalagi diselipkan dalam kegiatan keagamaan," kata dia.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, seperti menyelipkan bahan kampanye pada ceramah shalat wajib dan tarawih karena adanya kuliah tujuh menit (kultum), maupun saat berbuka bersama di masjid.

"Kami dari Masjid Baitul Izzah, selalu menyediakan buka bersama sebanyak 650 porsi setiap sore selama Ramadhan, dan kami juga terbuka kalau ada yang ingin berpartisipasi menyediakan takjil, tetapi harus membawa nama perorangan, tidak nama parpol, calon presiden atau yang berbau kampanye," ucapnya.

Yazid meminta kepada seluruh masyarakat, utamanya tim sukses capres untuk tidak mencampuradukkan urusan agama dengan kegiatan politik.

"Kalau ada alat peraga, akan kami bongkar, atau pamflet dan selebaran langsung akan diamankan untuk dimusnahkan, masjid harus bersih dari unsur kepentingan," katanya.

Sebelumnya, menurut dia, pernah ada orang yang tergabung dalam tim sukses kampanye calon presiden meminta untuk menggelar salat berjemaah di masjid itu, namun pengurus dengan tegas menolak permintaan tersebut.

"Kami langsung tolak, kalau mau salat di sini silahkan, tetapi kalau ada embel-embel politik, kami tidak izinkan," ujarnya.

Namun demikian, keberadaan ulama tetap dibutuhkan untuk mensosialisasikan agar jemaah datang pada 9 Juli mendatang guna menyalurkan aspirasinya.

Seperti harapan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Mukomuko, bahwa tokoh agama setempat berperan dalam meningkatkan partisipasi warga pada Pemilu Presiden tahun 2014.

"Harapan kami memang tokoh agama pada kesempatan bulan puasa sekarang ini mengajak warga menjadi pemilih pada Pemilu Presiden (Pilpres)," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mukomuko Daud Gauraf.

Ia mengatakan, tokoh agama atau imam masjid di daerah itu memiliki banyak kesempatan untuk mengajak segenap warga setempat menggunakan pilihannya tanggal 9 Juli 2014 di tempat pemungutan suara (TPS). 

Menurut dia, kesempatan yang baik itu, sebelum dan setelah salat tarawih. Karena di saat itu umat Islam banyak yang datang ke masjid untuk menjalankan ibadah tambahan selain puasa.

"Memang saat salat tarawih itu tepat bagi imam masjid untuk menyampaikan kepada warga agar menggunakan hak pilihnya," ujarnya.

Ia berharap, partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden (Pilpres) di daerah itu meningkat dibandingkan saat Pemilihan Umum Legislatif (Pileg).

Menurut dia, minimal partisipasi pemilih pada Pilpres di atas sebesar 75 persen dari total keseluruhan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di daerah itu.

"Saat Pileg lalu, partisipasi pemilih kita sekitar 75 persen. Jumlah ini meningkat dibandingkan Pileg lima tahun sebelumnya, namun jumlah ini akan ditingkatkan pada Pilpres," ujarnya lagi.

Ia menerangkan, meskipun saat ini KPU tidak lagi melakukan sosialisasi langsung ke warga dan pemilih pemula tetapi cukup melalui spanduk yang dipasang di 148 desa dan tiga kelurahan di daerah itu.

"Kalau Pilpres ini tidak serumit saat Pileg. Diharapkan warga banyak yang datang ke TPS menggunakan hak pilihnya," ujarnya lagi.





Tolak Politik Transaksi 

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bengkulu meminta masyarakat untuk menolak semua bentuk kampanye politik tim pemenangan Pemilu Presiden 2014 yang mengarah ke politik transaksional.

"Jangan buka pintu politik transaksi, hal ini rawan terjadi pada masa tenang kampanye. Jangan mau kita dibayar dengan sejumlah uang atau bentuk lain sebagai pengganti dari seluruh yang terkandung pada bangsa yang besar ini," kata anggota Bawaslu Bengkulu Divisi Hukum, Penindakan dan Pelanggaran, Ediansyah Hasan.

Dia mengatakan pemilu bukanlah sekedar ajang seremonial politik belaka, namun merupakan langkah awal untuk menentukan nasib bangsa lima tahun ke depan.

"Kepedulian masyarakat agar proses pemilu berjalan jujur dan adil merupakan salah satu modal utama sebuah pemilu berkualitas, dan demokratis," kata dia.

Minimnya pengawasan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemilu yang jujur dan adil memunculkan dampak kerusakan yang besar, karena bisa menjadi ladang kecurangan dalam proses pilpres.

Oleh sebab itu dibutuhkan tingkat partisipan dari berbagai unsur, utamanya masyarakat sebagai konstituen pemilu untuk saling mengawal dan mengawasi proses tahapan pilpres.

"Jika pemilik hak suara menolak politik transaksional, menggunakan dengan sadar dan penuh bertanggung jawab, kita yakin kesempatan untuk berbuat kecurangan bisa ditekan semaksimal mungkin," katanya.

Karena itu, Bawaslu Provinsi Bengkulu mengikutsertakan 500 orang masyarakat sipil untuk menjadi relawan pengawas Pemilihan Umum Presiden 2014.

"Bawaslu membutuhkan dukungan dari banyak pihak, karena jumlah personel kami sangat terbatas untuk melakukan aktivitas pengawasan, oleh karena itu salah satu solusinya adalah dengan mengajak segenap kelompok masyarakat sipil," ucapnya.

Keterlibatan masyarakat dalam pemilihan umum tidak hanya datang ke TPS untuk memberikan hak suara, namun lebih jauh dari itu berpartisipasi mengawasi potensi adanya kecurangan yang terjadi.

"Pemilu bukanlah kegiatan seremoni dan menafikan partisipasi masyarakat sipil, masyarakat juga harus menjadi subjek dalam proses pemilu, Karena pemerintahan yang terpilih nantinya itu, dari, oleh dan untuk rakyat," kata dia.

Pengawasan pilpres juga menjadi salah satu sarana pembelajaran politik bagi sejumlah masyarakat yang terlibat sebagai relawan.

"Mereka bisa mengikuti dinamika politik, mulai proses penyelenggaraan, pengawasan, hingga peraturan yang berlaku untuk pemilu, secara tidak langsung mereka bisa belajar, dan ilmu yang didapat bisa dibagi kepada masyarakat banyak," ujarnya.

Bawaslu Provinsi Bengkulu memfokuskan pengawasan pada tahapan yang dianggap krusial pada Pemilu Presiden 2014.

"Masih ada empat tahapan pilpres, yakni kampanye, masa tenang, pungut hitung dan penetapan, namun yang kami anggap krusial adalah tahapan masa tenang dan pungut hitung," kata Anggota Bawaslu Provinsi Bengkulu, Divisi Pengawasan Saadah Mardlyati. 

Menurut dia banyak indikasi kecurangan yang dapat terjadi pada masa tenang, seperti kegiatan politik transaksional.

"Seperti oknum mengajak memilih calon tertentu dengan menawarkan sejumlah uang, maupun kecurangan yang dilakukan penyelenggara pemilu, oleh sebab itu masa tenang ini harus diawasi secara ketat untuk menutup celah kecurangan," kata dia.

Lebih lanjut Saadah menjelaskan, indikasi kecurangan penyelenggara pemilu itu, seperti tidak menyerahkan formulir C6 sebagai undangan memilih untuk warga yang telah memiliki hak pilih dan terdaftar di DPT setempat.

"Bisa juga KPPS tidak mengumumkan lokasi tempat pemungutan suara (TPS), atau politik uang antaroknum baik penyelenggara maupun oknum pemenangan calon tertentu, hal seperti ini tidak kita harapkan," kata dia.

Pada masa tenang pun, dapat terjadi pelanggaran pemilu seperti peserta pilpres masih menggelar kampanye politik.

Selain itu, tahapan krusial lainnya yakni tahapan pungut hitung surat suara juga harus dikawal secara ketat mengingat banyaknya kejadian dugaan pelanggaran pada Pemilu Legislatif 9 April lalu.

"Buktinya, penetapan hasil suara untuk Provinsi Bengkulu sempat ditunda di KPU RI, ada penggelembungan suara, kehilangan suara dan bentuk lainnya yang dilaporkan ke Bawaslu Bengkulu," ucapnya.

Untuk menekan risiko terjadinya kecurangan pemilu, pihaknya telah menyampaikan rekomendasi kepada KPU setempat untuk mengevaluasi petugas penyelenggara.

"Bagi yang memang tidak sesuai kinerja, atau terindikasi melakukan kecurangan, maka kami rekomendasikan untuk diganti, termasuk petugas penyelenggara yang tidak siap secara fisik, mental dan SDM. Seperti, kurangnya pemahaman terhadap tahapan serta aturan yang berlaku pada pilpres," ujarnya.***1***

Pewarta: Oleh Triono Subagyo

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014