Jakarta,  (Antara) - Harapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyerahkan urusan pemesanan buku Kurikulum 2013 ke pihak sekolah sebelum datangnya tahun ajaran baru 2014/2015 hasilnya tidak seperti yang diinginkan.

         Pasalnya, masih banyak sekolah yang belum melakukan pemesanan, terutama untuk sekolah-sekolah di kawasan Timur Indonesia. Sekalipun imbauan dari kementerian sudah dilakukan sejak jauh hari sebelum tahun ajaran baru.

        Meski Tahun ajaran baru 2014/2015 tinggal menghitung hari namun masih ada 50 kabupaten/kota yang belum melakukan pemesanan buku kurikulum 2013. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) meminta kepada dinas pendidikan provinsi untuk mengambil alih pemesanan tersebut.

        Tingkat pemesanan buku pelajaran untuk Kurikulum 2013 di Provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku masih nol persen. Artinya belum ada satu pun sekolah SD dan SMP di tiga provinsi itu yang memesan buku kurikulum baru. "Melihat kondisi ini, kami di kementerian tidak tinggal diam. Kami segera putusakan untuk men-take over," kata Dirjen Pendidikan Dasar Kemdikbud Hamid Muhammad.      
   Skenario darurat itu dilakukan Kemendikbud dengan menggandeng Dinas Pendidikan Provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku. Dengan jaminan uang bantuan operasional sekolah (BOS), Kemdikbud meminta percetakan tetap mencetak buku meskipun sekolah belum pesan.

        Di tingkat nasional, angka pemesanan buku Kurikulum 2013 oleh sekolah di jenjang SD dan SMP pun masih rendah. Hasil evaluasi per 7 Juli lalu, menunjukkan bahwa pemesanan buku masih rendah. "Untuk SD baru 58 persen sekolah yang sudah pesan. Dan untuk SMP sudah 84 persen," tambah Hamid.

        Sedangkan di tingkat percetakan, Hamid mengatakan buku jenjang SD yang sudah dicetak sekitar 40 persen. Sedangkan untuk buku jenjang SMP yang sudah dicetak sebanyak 60 persen. "Sementara secara keseluruhan buku kurikulum baru (SD dan SMP) yang sudah disalurkan ke sekolah sekitar 34 persen."
   Meski demikian, pemesanan buku yang dilakukan oleh dinas pendidikan provinsi tersebut harus sesuai dengan jumlah sekolah dan jumlah siswa. "Tetap harus mencantumkan setiap sekolah dan jumlah siswa, dan buku yang dipesan. Dinas provinsi yang ambil alih pemesanan, diketahui direktur masing-masing, pesankan ke penyedia, kemudian langsung di drop ke sekolah. Sekolah nanti harus tetap membayar," ungkapnya.

        Hamid mengatakan deadline pengiriman buku kurikulum yang sedianya ditetapkan 12 Juli, diperpanjang hingga 18 Juli. Dia berharap dalam beberapa pekan menjelang Lebaran ini pencetakan dan pendistribusian buku kurikulum baru sudah dikebut. Sehingga pada pembelajaran efektif mulai 4 Agustus nanti, semua buku sudah didistribusikan.

        Kondisi serupa juga dialami di jenjang SMA dan SMK. Direktur Jenderal Pendidikan Menengah (Dirjen Dikmen) Kemendikbud Achmad Jazidie mengatakan secara keseluruhan buku kurikulum baru sudah terdistribusikan sekitar 70 persen dari kebutuhan.

        "Untuk jenjang pendidikan menengah (SMA dan SMK), bagi sekolah yang belum memesan buku Kurikulum 2013, penyedia akan tetap mencetak buku sesuai oplah. Buku-buku tersebut akan dibayar oleh Ditjen Dikmen, bukan oleh sekolah karena dana BOS satu semester masih dipegang di kementerian, kami berikan jaminan ke percetakan. Walaupun sekolah belum memesan, cetak saja sesuai oplah. Nanti kementerian yang bayar, asal ada berita acara serah terima,¿ ucap Dirjen Pendidikan Menengah, Achmad Jazidie
   Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kondisi di mana penyedia tidak mau mencetak buku Kurikulum 2013 jika tidak ada pemesanan dari sekolah.

       "Pemesanan di jenjang SMA maupun SMK relatif lebih aman, karena dananya disalurkan oleh Kemdikbud. Dana tersebut kami gunakan untuk jaminan supaya percetakan mencetak dan menditribusikan buku, meskipun ada sekolah yang belum melakukan pemesanan," tambah Jazidie.

    
    Buku dari Dana BOS

   Ada alasan yang melatarbelakangi mengapa Kemdikbud menyerahkan pemesanan dan pendistribusian buku pelajaran Kurikulum 2013, khususnya buku jenjang SD dan SMP ke pihak sekolah.

        Hal itu, karena anggaran pengadaan buku itu diambil dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Sekarang yang pegang dana BOS untuk jenjang SD dan SMP itu kan sekolah. Jadi, mereka seharusnya yang pesan buku," ujarnya.

        Hamid mengatakan sampai saat ini Kemendikbud belum mencari tahu alasan sekolah-sekolah kenapa tidak segera memesan buku. Padahal uang pemesanan buku sudah dikirimkan jadi satu dengan dana BOS.

        "Sebenarnya (pembayaran) bisa menggunakan BOS sebelumnya, karena kami sudah memberitahu sejak jauh-jauh hari. Seharusnya sudah ada persiapan. Pemesanan buku Kurikulum 2013 dilakukan langsung oleh pihak sekolah ke penyedia buku dengan menggunakan dana BOS," katanya.

        Namun, pada kenyataannya masih ada sekolah yang menunggu dana BOS triwulan ketiga ataupun bansos buku untuk pembayaran buku tersebut.  Pemesanan buku Kurikulum 2013 dilakukan langsung oleh pihak sekolah ke penyedia buku dengan menggunakan dana BOS.

        Ditegaskan kembali oleh Hamid, sejak kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pemesanan buku pun telah dilakukan oleh sekolah dengan menggunakan dana BOS.

        Sementara bagi sekolah swasta yang tidak mau menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah, terkait pengadaan buku Kurikulum 2013, pengelola wajib membeli buku tersebut dengan dana yang diadakan oleh sekolah.

        "Prinsipnya kami ingin membebaskan dana buku dari kewajiban orang tua. Sebab, katanya, banyak orang tua mengeluh dan protes terhadap mahalnya harga buku di era otonomi daerah. Lalu Kemdikbud pun meresponnya dengan membeli buku Kurikulum 2013 melalui BOS buku. Buku itu disimpan di perpustakaan sekolah dan dipinjamkan ke siswa.

        Menurut Hamid, ada sebagian orang tua siswa ingin memiliki buku Kurikulum 2013. Ia mempersilakan mereka untuk membeli buku itu kepada penyedia yang telah ditetapkan. Penyedia pun dibolehkan untuk melayani permintaan mereka. "Penyedia boleh melayani di luar oplah sepanjang masih atas nama penyedia."
  Kendati dibolehkan menjual buku ke orang tua siswa, Hamid menekankan bahwa harganya tetap mengacu dalam e-katalog. Wilayah penjualannya pun masih dalam cakupan tanggung jawab distribusinya.

    ***3***

Pewarta: Oleh Zita Meirina

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014