Beijing (Antara/Reuters) - Sebuah kota di wilayah konflik Xinjiang, Tiongkok, melarang perempuan berjilbab dan pria berjanggut untuk menaiki bus sebagai bagian dari upaya meredakan kerusuhan.
Xinjiang--rumah bagi Muslim Uighur yang berbahasa Turki--adalah wilayah yang dilanda konflik selama bertahun-tahun. Kubu pemerintah menuding kelompok militan Islam dan separatis sebagai penyebab kerusuhan.
Dalam kebijakan terbaru, pemerintah kota Karamay akan melarang lima macam calon penumpang, yaitu mereka yang mengenakan jilbab, menggunakan kerudung, memakai cadar, berbaju dengan tanda bulan bintang, dan mereka yang mempunyai janggut panjang.
Bulan bintang adalah simbol Islam yang banyak digunakan dalam bendera-bendera nasional. Simbol yang sama juga digunakan oleh sejumlah kelompok di Tiongkok yang ingin memisahkan diri untuk membentuk negara bernama Turkistan Timur.
Aturan itu dimaksudkan untuk memperketaan keamanan sampai 20 Agustus. Pada hari itu akan ada pergelaran olahraga atletik, demikian harian Karamay Dality menulis pada Senin.
"Mereka yang tidak mematuhi--terutama lima tipe penumpang yang dilarang--akan dilaporkan kepada polisi," kata koran tersebut.
Sebelumnya pada Juli, pemerintah ibu kota Xinjiang, Urumqi, melarang penumpang bus membawa sejumlah barang seperti pemantik api, yoghurt, dan air, sebagai upaya pencegahan serangan.
Kelompok Uighur di pengasingan dan sejumlah aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa kebijakan represif pemerintah di Xinjiang terhadap Islam justru menjadi penyebab kerusuhan.
"Pejabat di kota Karamay dengan sengaja mendorong kebijakan rasis dan diskriminatif yang bertujuan untuk menyingkirkan orang-orang Uighur," kata Alim Seytoff, ketua Asosiasi Uighurdi Amerika yang berkantor di Washington.
Sebagian besar perempuan Uighur saat ini tidak menggunakan jilbab dan cadar. Namun sudah beberapa orang mengenakan aksesoris itu.
Di sisi lain, kepolisian telah membuat sayembara bagi orang yang memberikan informasi apapun dari "pelatihan terorisme" sampai orang yang memanjangkan janggut.
Sepanjang 18 bulan terakhir, sudah ratusan orang tewas akibat kerusuhan di Xinjiang. Para jurnalis belum dapat memverifikasi keterangan pemerintah itu akibat kebijakan pengamanan yang ketat.
Sementara pada akhir Juli, sekitar 100 orang terbunuh saat sekelompok orang berpedang menyerang dua kota di wilayah selatan Xinjiang. Pada Mei, 39 orang kehilangan nyawa akibat bom bunuh diri di Urumqi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014