Bengkulu (Antara) - Sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung Provinsi Bengkulu menolak pemilihan kepala daerah tidak langsung dan akan dipilih melalui legislatif.

"Indonesia saat ini menganut sistem demokrasi kerakyatan, dimana rakyat yang menentukan nasib bangsa, RUU Pilkada yang memilih kepala daerah lewat legislatif, tidak mencerminkan kepentingan rakyat," kata Koordinator lapangan kelompok Cipayung, Acep Pebrian, saat menggelar demonstrasi di depan gedung DPRD Provinsi Bengkulu, Kamis.

Pemilihan kepala daerah melalui legislatif, menurut pemikiran kelompok itu, hanya akan berdampak buruk terhadap sistem demokrasi bangsa.

"Akan terjadi 'money politic', penitipan kepentingan penguasa, dan pilkada tidak langsung ini nantinya hanya menyervis anggota DPRD, untuk kebutuhan politikus yang duduk di DPRD, bukan kebutuhan rakyat," kata dia.

Dia mengatakan, memang sistem demokrasi, utamanya sistem pemilu di Indonesia banyak kelemahan dan perlu adanya perbaikan, namun tidak harus kembali ke sistem yang lama, yakni gubernur, bupati dan wali kota dipilih oleh parlemen.

"Kita hanya perlu perbaikan sistem pemilu, bukan kembali kepada sistem yang lama, seperti perlunya perbaikan terhadap penyelenggara pemilu, peserta dan pemilik hak suara," ucapnya.

Dia mengatakan, jika pemilihan tidak langsung diberlakukan, makan diyakini akan menghambat opsi calon kepala daerah yang maju lewat jalur independen.

"Parpol tidak semata sebagai jembatan calon untuk maju, ada jalur lain," kata Acep berorasi.

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bengkulu mengungkapkan persiapan pengawasan Pilkada 2015 yang akan digelar di daerah itu menjadi terhambat oleh rancangan undang-undang (RUU) Pemilu kepada daerah yang masih dibahas DPR RI.

Dia mengatakan, seharusnya dua bulan sebelum tahapan pilkada berlangsung, persiapan pengawas pemilu sudah harus dirampungkan.

"Di Bengkulu, tahapan pilkada dimulai pada Januari, seharusnya kita sudah mulai bergerak melakukan persiapan, tetapi karena RUU ini, kita jadi belum bisa berbuat apa-apa," kata dia.

Yang paling riskan menurut dia adalah, terkait anggaran pengawasan, pihaknya belum bisa mengajukan anggaran kepada pemerintah daerah itu, karena belum ada kejelasan regulasi yang akan digunakan pada pilkada.

"Waktu semakin sempit, kita belum bisa menentukan anggaran, sementara sesuai aturan, setelah kita ajukan anggarannya, nanti masih akan dibahas dulu oleh pemerintah daerah dan pihak terkait, sedangkan waktu hanya tinggal dua bulan lagi," ujarnya.***1***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014