Jambi (ANTARA Bengkulu) - Pembukaan lahan perkebunan baru hutan tanaman industri (HTI) di Provinsi Jambi mengancam sekurangnya 550 warga pedalaman atau biasa disebut suku anak dalam di daerah itu.

Salah satunya adalah pembukaan perkebunan HTI yang dilakukan salah satu perusahaan perkebunan di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.

"Kini ada perusahaan yang tengah melakukan pembukaan lahan. Berkali kali kami tentang, tapi tetap tidak bisa karena memang pemerintah daerah telah memberikan izin bagi perusahaan itu," ujar Temenggung Bujang Kabut (61) salah satu pemimpin suku anak dalam (SAD) di Muaratebo, ibu kota Kabupaten Tebo, Kamis.

Menurut dia, perusahaan tersebut tengah membuka lahan seluas kurang lebih 58 ribu hektare yang berlokasi di kawasan hutan Produksi, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo.

Sementara di dalam kawasan tersebut terdapat sekitar 550 jiwa warga SAD yang tinggal di dalamnya selama bertahun tahun.

"Di dalam lokasi itulah kami tinggal bertahun tahun dan juga sebagai tempat mata pencarian," katanya.

Bagi sebagian besar warga SAD di Provinsi Jambi, hutan merupakan rumah bagi mereka. Di kawasan itu, warga pedalaman sejak dahulu sudah membuka kebun karet dan membuat ladang atau huma.

"Kami sebelumnya juga telah mengusulkan kepada pemerintah Kabupaten Tebo agar kawasan itu jangan dijadikan perkebunan. Sebab, tidak hanya akan mengancam kehidupan suku kami, tetapi juga tempat hidup flora dan fauna langka  dan dilindungi," jelasnya.

Selain mengancam warga pedalaman, keberadaan HTI perusahaan juga mengancam sekitar 450 jiwa warga di empat desa. Diantaranya adalah Desa Pemayungan, Semabu, Muarasekalo dan Desa Sungaikarang.

Secara terpisah, Direktur Informasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf yang sejak awal melakukan advokasi terhadap SAD Jambi mengatakan, pihaknya sejak semula telah berupaya membantu perjuangan warga SAD dan masyarakat di empat desa itu dengan cara meminta pemerintah meninjau kembali izin yang telah diberikan kepada pihak perusahaan.

"Kami tengah melakukan pendataan atas hak milik warga setempat. Harapannya, pemerintah bisa meninjau kembali izin yang telah diberikan kepada perusahaan, sehingga tidak merugikan warga sekitar," katanya. (KR-BS/N005)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012