Meulaboh (ANTARA Bengkulu) - Sejumlah warga Aceh di kabupaten Meulaboh,mengaku lebih siap menghadapi bencana tsunami dan lebih memilih memantau tanda-tanda alam sebelum menyelamatkan diri, yang terbukti saat gempa berkekuatan 8.5 SR pada  Rabu (11/4).
        
Seorang warga yang tinggal di tepian pantai Desa Swaendra Puri, Meulaboh, Target Simantoro, Minggu mengaku bahwa dirinya sempat menunggu dan melihat gejala alam seperti surutnya air laut sebelum melarikan diri ke dataran tinggi.

"Setelah gempa terjadi, saya justru menunggu di pinggir pantai untuk melihat air laut yang surut, itu baru saat yang tepat untuk melarikan diri," ujarnya.
         
Selain melihat air laut yang surut setelah gempa besar terjadi, biasanya disusul oleh suara ledakan besar dari arah laut, seperti yang terjadi pada bencana tsunami 26 Desember 2004.

Target mengaku dirinya juga tidak terlalu panik, karena air laut pada saat itu bukannya surut melainkan naik sekitar satu meter.
         
Meskipun dirinya mengaku tidak panik atas gejala yang disaksikannya Rabu lalu, setengah jam kemudian dirinya memutuskan untuk pergi ke dataran tinggi setengah jam setelah gempa yang terjadi pukul 15.38 WIB.
         
"Kami juga tidak lama pergi meninggalkan pantai, malam harinya kami sudah kembali lagi ke rumah kami di tepian pantai," tambahnya.
       
Ketika ditanya akan persiapan khusus untuk menghadapi ancaman bencana tsunami, Target mengaku dirinya mendengar sirene dari perangkat EWS (Early Warning System/peringatan dini tsunami) yang terpasang di pelabuhan Jati.
 
Sehari setelah gempa besar tersebut, Target menambahkan bahwa penduduk sudah kembali melakukan aktivitas seperti biasa.
          
"Anak saya juga sudah kembali bersekolah keesokan harinya," tambahnya. (ant)

Pewarta:

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012