Jakarta (ANTARA Bengkulu) - Semangat hidup Drs Suyadi atau lebih dikenal Pak Raden, seniman pencipta cerita boneka Si Unyil belum surut meski usia hampir 80 tahun.

Lelaki kelahiran 28 November 1932 di Jember itu, tampak semangat saat menyambut para wartawan yang ingin meliput dirinya.

Baju beskap, pakaian tradisional Jawa, blangkon (topi khas Jawa), kumis tebal menyilang, alis tebal ke atas dan tongkat di tangan, ciri khas tokoh Pak Raden diperankannya pada Sabtu sore (14/4)  itu.

"Eeeee lha dalah, belum pernah ditaboki ya...," kata Suyadi di tempat tinggalnya, di Jalan Petamburan III no 27, Petamburan, Slipi, Jakarta, dengan nada tinggi sambil mengangkat tongkatnya, menjiwai tokoh Pak Raden dalam cerita boneka Si Unyil.

Suaranya yang terasa berat dan lantang, masih sangat mirip suara Pak Raden 32 tahun lalu, sejak Si Unyil ditayangkan di TVRI pertama kali pada 5 April 1981.

Seiring dengan usia yang semakin tua, dan kesehatanya yang semakin menurun, Suyadi kini harus menggunakan tongkat dan tertatih saat berjalan.

Meski demikian, hal itu bukan halangan bagi Suyadi untuk berpose ala Pak Raden guna meladeni permintaan  para kameraman maupun fotografer.

Tak hanya itu, Pak Raden pun juga bernyanyi. "Sol Do Iwak Kebo" lagu yang sangat tenar dalam cerita Si Unyil pun ia dendangkan. Lagu itu, menurutnya, merupakan peninggalan zaman kerja paksa romusha Jepang.

Lagu lainnya yang sering dinyanyikan Pak Raden dalam tayangan Si Unyil, Sue Ora Jamu (lama tidak minum jamu), juga ia dendangkan.

Pak Raden sore itu tampak bergembira ditengah kerumunan wartawan, masyarakat sekitar dan penggemarnya.

Namun sesekali juga menyatakan kegundahannya terhadap hak cipta Si Unyil yang telah direnggut darinya oleh Perum Produksi Film Nasional.

Dalam usia yang telah senja, Pak Raden, menurut Madun pengasuhnya, tidak beristri dan tidak memiliki anak.

Pak Raden yang hidup menumpang rumah kakaknya itu, tinggal bersama pengasuhnya dan kucing kesayangannya.

Jebolan Fakultas Seni Rupa ITB itu memang menyukai kucing. Di dalam rumahnya dulu, mantan Tenaga Ahli Perum Produksi Negara itu, memiliki lebih dari sepuluh kucing yang kini tinggal dua.

Sementara buku cerita favorit yang dibuatnya adalah '1000 kucing untuk kakek'.

Pak Raden tinggal dalam rumah yang tampak kurang terurus, dengan atap yang telah terkelupas dan rusak akibat air hujan yang menerobos genteng. Bau tak sedap juga tercium di dalam rumah dengan tiga kamar yang yang penuh dengan lukisan dan boneka ciptaanya.

Menurut Prasodjo Chusnato manajer dan juga penulis yang tengah menyusun biografi Pak Raden, Suyadi kini harus hidup dari dukungan teman-temannya dan para penggemarnya.

Mereka menjual kaos bergambar Pak Raden, menjualkan buku-buku cerita hasil karya Pak Raden ataupun dengan mengetuk pintu hati masyarakat.

Sore itu, para relawan yang dikoordinir Arif Maulana, juga menjual buku Karya Pak raden seharga Rp125 ribu untuk empat seri buku cerita dan kaos bergambar Pak Raden.  

Pak Raden selama ini menggantungkan hidupnya dengan melukis, show ataupun menjual buku-buku karyanya. Namun seiring  dengan semakin menurunnya kesehatan Pak Raden, show yang semakin jarang, membuat Pak Raden kehilangan pendapatannya.

Sedangkan pendapatan royalti dari Si Unyil hasil ciptaanya, tidak pernah ia nikmati.  

Si Unyil
Si Unyil, menurut Chusnato merupakan karakter boneka yang diciptakan Suyadi sejak 1978.

Berdasarkan Wikipedia, Si Unyil tayang di Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang merupakan satu-satunya stasiun TV saat itu sejak 5 April 1981. Si Unyil tayang di TVRI selama 12 tahun hingga 1993.  

Kemudian Si Unyil pindah tayang ke RCTI mulai 2002 hingga pertengahan 2003. Kemudian pindah ke TPI dari pertengahan 2003 hingga akhir 2003.  

Tayangan Si Unyil merupakan acara favorit anak-anak di tahun 80-an dan 90-an. Ditayangkan di TVRI secara rutin setiap minggu pagi pukul 08.00 WIB.

Si Unyil saat ditayangkan TVRI hanya akan berubah jam tayang bila ada liputan khusus Presiden Soeharto ataupun siaran langsung perebutan gelar juara dunia tinju kelas berat.

Menurut Suyadi, di masa Orde Baru, tayangan Si Unyil selalu berdasarkan tema yang diberikan negara. "Apakah itu kesehatan atau bicara ABRI masuk desa misalnya," katanya.

Dalam Si Unyil, Suyadi setidaknya menciptakan berbagai karakter boneka. Mulai dari Si Unyil, Pak Raden, Pak Ogah, Bu Bariah, Ableh, Meilani, Cuplis, Usro, Ucrit, Kinoi hingga Ibu Unyil.

Karakter Pak Ogah bahkan kemudian diadopsi namanya dalam kehidupan sosial. Pak Ogah memiliki karakter pemalas dan selalu minta uang bila membantu.

Ungkapan Pak Ogah yang terkenal bila mau membantu, "Cepek (Rp100) dulu."

Nama Pak Ogah ini kemudian disematkan kepada para pengatur lalu lintas dadakan di pertigaan-pertigaan jalan. Nama ini diberikan karena mereka biasanya meminta uang.

Suyadi sendiri memilih karakter Pak Raden untuk diperankannya. Pak Raden merupakan seorang yang sering marah-marah kadang dengan menggunakan bahasa Belanda, pelit namun juga baik hati.

Boneka Si Unyil tidak hanya sukses di televisi. Berbagai boneka Si Unyil juga dijual. Begitu pula adanya iklan yang menggunakan karakter Si Unyil, buku-buku maupun makanan.

Namun sayang, meski Suyadi yang menciptakan Si Unyil, dirinya mengaku tidak pernah menikmati royalti hasil jerih payahnya itu.

(T.M041/B/Z002/Z002)

Pewarta: Muhammad Arief Iskandar

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012