Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Wirawasta mengatakan negara kehilangan pendapatan sebesar Rp19 triliun akibat impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ilegal sejumlah 320 ribu ton yang terjadi sepanjang 2022.

“Kalau kita hitung 230 ribu ton nilainya sekitar Rp32 triliun. Kalau pemerintah kasih PPN, PPH, bea masuk dan BMTP, seharusnya pemerintah bisa dapat Rp19 triliun, artinya pemerintah kehilangan pendapatan Rp19 triliun dari sektor pajak pakaian ilegal ini,” ucap Ketum APSyFI Redma saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Redma menjelaskan selama 2022 impor sektor TPT termasuk pakaian bekas ilegal mencapai 320 ribu ton, lebih banyak dibandingkan impor pakain legal yang berjumlah 250 ribu ton. Impor legal 320 ribu ton impor ilegal tersebut setara 16 ribu kontainer per tahun atau 1.333 kontainer per bulan.

Selain pemerintah rugi potensi pendapatan Rp19 triliun hanya pada 2022 saja, impor ilegal sebanyak 320 ribu ton tersebut juga membuat kehilangan potensi serapan 545 ribu tenaga kerja langsung dan 1,5 juta tidak langsung dengan total pendapatan karyawan Rp54 triliun per tahun.

“Jika diproduksi di dalam negeri, masukan sektor pajak sekitar Rp6 triliun dan BPJS Rp2,7 triliun serta berimplikasi pada kegiatan ekonomi disektor energi, perbankan, logistik, industri pendukung dan sektor lainnya,” jelas Redma.

Tak hanya itu, daya destruktifnya mencapai 29,6 persen atau setara 6 miliar dolar AS dari 20 miliar dolar AS total turn over lokal sehingga menjadi hambatan investasi dan menekan utilisasi produksi industri TPT Nasional menjadi hanya tinggal 50 persen.

Lebih lanjut Redma menyampaikan bahwa saat ini banyak ditemukan perusahaan impor bodong yang menyalahgunakan izin impor untuk menyelundupkan barang.

Banyak perusahaan dengan persetujuan impor Angka Pengenalan Importir-P (API-P untuk produsen) dan API-U (untuk pedagang umum) yang hanya punya Izin Usaha Industri (IUI) saja, namun tidak punya mesin dan kapasitas produksi. Tetapi mendapatkan izin impor dalam jumlah puluhan hingga ratusan juta meter.

Pelaku impor juga menggunakan modus under inovoice, pelarian HS dan transhipment untuk menghindari kewajiban pajak dan pabean.

“Sebagian besar oknum importir mempunyai banyak perusahaan bodong, baik yang berperan sebagai produsen untuk mendapatkan Persetujuan Impor (PI) API-P dari Kemenperin, maupun yang berperan sebagai API-U untuk mendapatkan PI dari Kemendag,” katanya.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023