Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly menyoroti peran DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti terkait penggadaian aset kantor bupati oleh Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA) senilai Rp100 miliar.
"Ada nggak persetujuan dari DPRD-nya? Kalau dia sudah menyangkut aset, itu kan harus persetujuan DPRD," kata Yasonna kepada wartawan di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Selasa.
DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap pengelolaan atas aset pemerintah daerah. Oleh karena itu, menggadaikan kantor bupati, yang merupakan aset daerah, haruslah mendapatkan persetujuan dari DPRD.
"Jadi, nggak bisa seenak udelnya aja," tambah Yasonna.
Pernyataan Yasonna itu merespons informasi soal dugaan kantor bupati Kepulauan Meranti diagunkan ke bank sebagai jaminan kredit oleh Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil.
Terkait penggadaian yang dilakukan, Yasonna mengatakan pihaknya akan mengkaji lebih jauh untuk melihat apakah Muhammad Adil menggadaikan kantor bupati untuk kepentingan pribadi atau terdapat alasan lainnya.
"Itu perlu kita kaji nanti. Menggadaikan itu untuk kepentingan pribadi atau apa," kata Yasonna.
Sebelumnya, kasus penggadaian kantor bupati juga telah memperoleh perhatian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK juga menyatakan akan mempelajari informasi tersebut.
"Kami tidak akan gegabah untuk mengatakan ini salah atau tidak. Kami akan kami lebih dulu dalami apakah itu merupakan tindak pidana korupsi atau tidak," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Minggu (16/4).
KPK resmi menetapkan Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap.
Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
"Ada nggak persetujuan dari DPRD-nya? Kalau dia sudah menyangkut aset, itu kan harus persetujuan DPRD," kata Yasonna kepada wartawan di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Selasa.
DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap pengelolaan atas aset pemerintah daerah. Oleh karena itu, menggadaikan kantor bupati, yang merupakan aset daerah, haruslah mendapatkan persetujuan dari DPRD.
"Jadi, nggak bisa seenak udelnya aja," tambah Yasonna.
Pernyataan Yasonna itu merespons informasi soal dugaan kantor bupati Kepulauan Meranti diagunkan ke bank sebagai jaminan kredit oleh Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil.
Terkait penggadaian yang dilakukan, Yasonna mengatakan pihaknya akan mengkaji lebih jauh untuk melihat apakah Muhammad Adil menggadaikan kantor bupati untuk kepentingan pribadi atau terdapat alasan lainnya.
"Itu perlu kita kaji nanti. Menggadaikan itu untuk kepentingan pribadi atau apa," kata Yasonna.
Sebelumnya, kasus penggadaian kantor bupati juga telah memperoleh perhatian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK juga menyatakan akan mempelajari informasi tersebut.
"Kami tidak akan gegabah untuk mengatakan ini salah atau tidak. Kami akan kami lebih dulu dalami apakah itu merupakan tindak pidana korupsi atau tidak," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Minggu (16/4).
KPK resmi menetapkan Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap.
Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023