Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap, yang melibatkan Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA), dengan memeriksa dua orang pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Riau.
"Kamis (27/4), bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dua saksi yang diperiksa KPK tersebut adalah Kepala Subauditorat Riau II BPK Perwakilan Provinsi Riau Ruslan Ependi dan Pengendali Teknis BPK Perwakilan Provinsi Riau Odipong Sep.
KPK mendalami pengetahuan kedua orang saksi tersebut soal temuan pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Riau di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti.
"Dikonfirmasi juga adanya dugaan aliran uang yang diterima tersangka MFA (M. Fahmi Aressa) dari MA (Muhammad Adil)," jelas Ali.
Tim penyidik lembaga antirasuah itu juga melakukan pengambilan sampel suara tersangka MA guna mendalami kecocokan sejumlah komunikasi berupa percakapan dalam kasus penerimaan suap.
KPK telah resmi menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu, yaitu Muhammad Adil (MA), Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau M. Fahmi Aressa (MFA), dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti Fitria Nengsih (FN).
Penyidik KPK menemukan bukti bahwa MA telah menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
MA diduga memerintahkan para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) kabupaten setempat untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen. Pemotongan anggaran itu kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, FN juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM). PT TM, yang bergerak di bidang jasa perjalanan umroh tersebut, terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
PT TM mempunyai program yakni setiap memberangkatkan lima jemaah umroh, maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang. Namun, pada kenyataannya, tagihan bagi Pemkab Kepulauan Meranti tetap enam orang.
Uang hasil korupsi tersebut, selain digunakan untuk keperluan operasional MA, juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
"Kamis (27/4), bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dua saksi yang diperiksa KPK tersebut adalah Kepala Subauditorat Riau II BPK Perwakilan Provinsi Riau Ruslan Ependi dan Pengendali Teknis BPK Perwakilan Provinsi Riau Odipong Sep.
KPK mendalami pengetahuan kedua orang saksi tersebut soal temuan pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Riau di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti.
"Dikonfirmasi juga adanya dugaan aliran uang yang diterima tersangka MFA (M. Fahmi Aressa) dari MA (Muhammad Adil)," jelas Ali.
Tim penyidik lembaga antirasuah itu juga melakukan pengambilan sampel suara tersangka MA guna mendalami kecocokan sejumlah komunikasi berupa percakapan dalam kasus penerimaan suap.
KPK telah resmi menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu, yaitu Muhammad Adil (MA), Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau M. Fahmi Aressa (MFA), dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti Fitria Nengsih (FN).
Penyidik KPK menemukan bukti bahwa MA telah menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
MA diduga memerintahkan para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) kabupaten setempat untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen. Pemotongan anggaran itu kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, FN juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM). PT TM, yang bergerak di bidang jasa perjalanan umroh tersebut, terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
PT TM mempunyai program yakni setiap memberangkatkan lima jemaah umroh, maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang. Namun, pada kenyataannya, tagihan bagi Pemkab Kepulauan Meranti tetap enam orang.
Uang hasil korupsi tersebut, selain digunakan untuk keperluan operasional MA, juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.