Menanam padi tidak harus di hamparan sawah luas, namun bisa dilakukan di pekarangan rumah, seperti yang dilakukan warga Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Ady Indra Pawennari.
Pria kelahiran Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, tahun 1973 itu memang mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk menekuni bidang pertanian. Ketekunannya ini semacam wujud penghormatan kepada orang tuanya dan penghargaan terhadap dirinya sendiri sebagai anak dari keluarga petani.
Sejak pertama kali merantau ke Kota Tanjungpinang sekitar tahun 1994, Ady bersama istri dan anak-anaknya hingga kini menetap di pusat Ibu Kota Provinsi Kepri.
Ia membangun sebuah paviliun berpagar cat warna hitam putih di atas lahan seluas 3.000 meter persegi di Jalan Nusantara I, Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang.
Selain terdapat bangunan utama atau hunian tempat tinggal, kawasan itu juga dikelilingi lahan pertanian dengan aneka tanaman buah tropis hingga sayur-sayuran.
Salah satu yang paling menarik perhatian adalah pemandangan tanaman padi yang tumbuh subur, letaknya persis di halaman belakang rumah Ady.
Tumbuhan yang menghasilkan beras itu ditanam di atas lahan seluas sekitar 4×9 meter dengan dibuat dua petak terpisah, masing-masing petak berukuran 2x9 meter.
Uji coba penanaman padi ini kali pertama dilakukannya pada Agustus 2022 dengan varietas padi ketan hitam dan panen perdana pada Desember 2022.
Setelah itu, ia kembali menanam padi pada awal Maret 2023, namun dengan jenis yang berbeda, yakni varietas CL 220.
Kini tanaman padi itu sudah setinggi pinggang orang dewasa. Biji padinya terlihat menyembul dari pohonnya. Merunduk, dengan bulir isinya yang terlihat gemuk.
Varietas padi yang dipesan dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, itu ditargetkan panen pada Juni 2023. Potensi produksi dari varietas padi CL 220 ini mencapai 13 ton per hektare.
Hasil panen padi milik Ady itu lalu diolah menjadi beras di tempat penggilingan yang berlokasi di Kabupaten Bintan. Selanjutnya beras dimasak menjadi nasi untuk dikonsumsi sendiri.
Produksi padi tersebut memang masih dalam skala kecil, tapi dalam hal ini Ady membawa optimisme sekaligus ingin membuktikan bahwa padi bisa hidup dan tumbuh di Kota Tanjungpinang yang notabane bekas lahan tambang bauksit.
Motivasi
Ady patut diklaim menjadi orang pertama yang menanam padi di Kota Tanjungpinang, sebab sejauh ini belum ada warga yang menanam salah satu komoditas pangan utama di Indonesia tersebut, apalagi dengan memanfaatkan lahan di pekarangan rumah.
Dia termotivasi menanam padi karena ingin mengenalkan sekaligus menjelaskan kepada anak-anaknya, generasi muda, hingga masyarakat pada umumnya, bahwa nasi yang dimakan sehari-hari adalah berasal dari tanaman padi yang kemudian diolah menjadi beras.
Oleh karena itu, gerakan penanaman padi di pekarangan rumah perlu digalakkan oleh masyarakat, minimal dapat memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bergantung dengan beras yang dijual di pasaran.
Begitu pula dengan pemerintah daerah juga diminta agar mulai membuka mata untuk membangun sektor pertanian, khususnya budi daya padi guna mewujudkan ketahanan pangan sehingga tidak perlu terus-menerus impor beras dari daerah lain.
Terlebih lagi, di Kota Tanjungpinang saat ini terdapat banyak lahan tidur yang berkisar ribuan hektare, tapi hanya dikuasai oleh segelintir pihak/perusahaan. Padahal, seharusnya bisa dimaksimalkan untuk bercocok tanam padi.
Ady siap berkolaborasi dengan pemerintah daerah melakukan penanaman padi jika disediakan lahan yang memadai.
Bukan hanya padi, tanaman pangan lainnya juga bisa ditanam di Kota Gurindam ini, di antaranya jagung.
Ia telah membuktikan keberhasilannya menanam jagung hingga tumbuh subur di atas lahan bekas tambang bauksit di Kabupaten Bintan sejak tahun 2014.
Tidak sulit
Proses menanam padi ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Bak pepatah, di mana ada kemauan di situ ada jalan.
Ada dua faktor utama yang mendorong pertumbuhan tanaman padi. Pertama, yaitu air yang cukup. Air bisa diperoleh dari sumur bor atau sumur galian untuk mendukung proses pengairan.
Ady menggunakan sumur galian, yang sekaligus dipakai untuk kolam ikan peliharaannya. Tanaman padi tidak harus digenangi air, hanya sekadar menjaga kelembaban tanah saja sudah cukup.
Kedua, yakni memberikan pupuk secara teratur. Pupuk merupakan sarana produksi yang memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman padi.
Apabila dalam proses pertumbuhan terdapat gangguan hama ulat, tinggal dibasmi dengan pestisida.
Proses awal mula penyiapan lahan untuk tanaman padi di rumahnya cuma memerlukan waktu seminggu. Dimulai dari menggali, membajak sampai menanam benih padi. Ia menanam padi dengan sistem tabela atau tanam benih langsung tanpa melakukan penyemaian terlebih dulu.
Struktur tanah berbatu keras karena bekas tambang bauksit tak jadi kendala. Ady mencampurkan cocopeat atau serbuk sabut kelapa dengan tanah tersebut supaya jadi gembur dan tetap lembap.
Cocopeat itu juga yang ia pakai untuk mendorong pertumbuhan bermacam tanaman di pekarangan rumahnya. Cocopeat yang dicampurkan dengan tanah mampu menyimpan air sekitar 300 persen dari berat bobotnya.
Di samping tanaman padi, pekarangan rumah Ady memang dipenuhi aneka tanaman langka, mulai dari pisang cavendish, kelengkeng, lemon, jambu jamaika, alpukat aligator, jambu sukun merah, duku tanpa biji, jeruk bali, sirsak madu, buah matoa, durian musangking, kelapa hibrida, jamblang (coppeng), buah kuini, hingga mangga mahatir.
Tanaman tersebut menggunakan bibit okulasi sehingga akan lebih cepat berbuah dibanding benih biji. Sebagian tanaman miliknya saat ini sudah mulai berbuah bahkan dipanen, misalnya, pisang cavendish, kelengkeng, dan lemon.
Kecintaannya terhadap dunia pertanian, membawa Ady Indra Pawennari menjadi seorang pengusaha sukses di Kota Tanjungpinang.
Ia memiliki perusahaan Multi Coco Indonesia (MCI) yang memproduksi cocopeat di berbagai daerah di Indonesia yang diekspor hingga ke China.
Ady pun dinobatkan sebagai pahlawan inovasi teknologi dari MNC TV pada tahun 2015 berkat temuan teknologi pengolahan limbah sabut kelapa menjadi cocopeat untuk mendukung pengembangan sektor pertanian di Tanah Air.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
Pria kelahiran Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, tahun 1973 itu memang mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk menekuni bidang pertanian. Ketekunannya ini semacam wujud penghormatan kepada orang tuanya dan penghargaan terhadap dirinya sendiri sebagai anak dari keluarga petani.
Sejak pertama kali merantau ke Kota Tanjungpinang sekitar tahun 1994, Ady bersama istri dan anak-anaknya hingga kini menetap di pusat Ibu Kota Provinsi Kepri.
Ia membangun sebuah paviliun berpagar cat warna hitam putih di atas lahan seluas 3.000 meter persegi di Jalan Nusantara I, Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang.
Selain terdapat bangunan utama atau hunian tempat tinggal, kawasan itu juga dikelilingi lahan pertanian dengan aneka tanaman buah tropis hingga sayur-sayuran.
Salah satu yang paling menarik perhatian adalah pemandangan tanaman padi yang tumbuh subur, letaknya persis di halaman belakang rumah Ady.
Tumbuhan yang menghasilkan beras itu ditanam di atas lahan seluas sekitar 4×9 meter dengan dibuat dua petak terpisah, masing-masing petak berukuran 2x9 meter.
Uji coba penanaman padi ini kali pertama dilakukannya pada Agustus 2022 dengan varietas padi ketan hitam dan panen perdana pada Desember 2022.
Setelah itu, ia kembali menanam padi pada awal Maret 2023, namun dengan jenis yang berbeda, yakni varietas CL 220.
Kini tanaman padi itu sudah setinggi pinggang orang dewasa. Biji padinya terlihat menyembul dari pohonnya. Merunduk, dengan bulir isinya yang terlihat gemuk.
Varietas padi yang dipesan dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, itu ditargetkan panen pada Juni 2023. Potensi produksi dari varietas padi CL 220 ini mencapai 13 ton per hektare.
Hasil panen padi milik Ady itu lalu diolah menjadi beras di tempat penggilingan yang berlokasi di Kabupaten Bintan. Selanjutnya beras dimasak menjadi nasi untuk dikonsumsi sendiri.
Produksi padi tersebut memang masih dalam skala kecil, tapi dalam hal ini Ady membawa optimisme sekaligus ingin membuktikan bahwa padi bisa hidup dan tumbuh di Kota Tanjungpinang yang notabane bekas lahan tambang bauksit.
Motivasi
Ady patut diklaim menjadi orang pertama yang menanam padi di Kota Tanjungpinang, sebab sejauh ini belum ada warga yang menanam salah satu komoditas pangan utama di Indonesia tersebut, apalagi dengan memanfaatkan lahan di pekarangan rumah.
Dia termotivasi menanam padi karena ingin mengenalkan sekaligus menjelaskan kepada anak-anaknya, generasi muda, hingga masyarakat pada umumnya, bahwa nasi yang dimakan sehari-hari adalah berasal dari tanaman padi yang kemudian diolah menjadi beras.
Oleh karena itu, gerakan penanaman padi di pekarangan rumah perlu digalakkan oleh masyarakat, minimal dapat memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bergantung dengan beras yang dijual di pasaran.
Begitu pula dengan pemerintah daerah juga diminta agar mulai membuka mata untuk membangun sektor pertanian, khususnya budi daya padi guna mewujudkan ketahanan pangan sehingga tidak perlu terus-menerus impor beras dari daerah lain.
Terlebih lagi, di Kota Tanjungpinang saat ini terdapat banyak lahan tidur yang berkisar ribuan hektare, tapi hanya dikuasai oleh segelintir pihak/perusahaan. Padahal, seharusnya bisa dimaksimalkan untuk bercocok tanam padi.
Ady siap berkolaborasi dengan pemerintah daerah melakukan penanaman padi jika disediakan lahan yang memadai.
Bukan hanya padi, tanaman pangan lainnya juga bisa ditanam di Kota Gurindam ini, di antaranya jagung.
Ia telah membuktikan keberhasilannya menanam jagung hingga tumbuh subur di atas lahan bekas tambang bauksit di Kabupaten Bintan sejak tahun 2014.
Tidak sulit
Proses menanam padi ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Bak pepatah, di mana ada kemauan di situ ada jalan.
Ada dua faktor utama yang mendorong pertumbuhan tanaman padi. Pertama, yaitu air yang cukup. Air bisa diperoleh dari sumur bor atau sumur galian untuk mendukung proses pengairan.
Ady menggunakan sumur galian, yang sekaligus dipakai untuk kolam ikan peliharaannya. Tanaman padi tidak harus digenangi air, hanya sekadar menjaga kelembaban tanah saja sudah cukup.
Kedua, yakni memberikan pupuk secara teratur. Pupuk merupakan sarana produksi yang memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman padi.
Apabila dalam proses pertumbuhan terdapat gangguan hama ulat, tinggal dibasmi dengan pestisida.
Proses awal mula penyiapan lahan untuk tanaman padi di rumahnya cuma memerlukan waktu seminggu. Dimulai dari menggali, membajak sampai menanam benih padi. Ia menanam padi dengan sistem tabela atau tanam benih langsung tanpa melakukan penyemaian terlebih dulu.
Struktur tanah berbatu keras karena bekas tambang bauksit tak jadi kendala. Ady mencampurkan cocopeat atau serbuk sabut kelapa dengan tanah tersebut supaya jadi gembur dan tetap lembap.
Cocopeat itu juga yang ia pakai untuk mendorong pertumbuhan bermacam tanaman di pekarangan rumahnya. Cocopeat yang dicampurkan dengan tanah mampu menyimpan air sekitar 300 persen dari berat bobotnya.
Di samping tanaman padi, pekarangan rumah Ady memang dipenuhi aneka tanaman langka, mulai dari pisang cavendish, kelengkeng, lemon, jambu jamaika, alpukat aligator, jambu sukun merah, duku tanpa biji, jeruk bali, sirsak madu, buah matoa, durian musangking, kelapa hibrida, jamblang (coppeng), buah kuini, hingga mangga mahatir.
Tanaman tersebut menggunakan bibit okulasi sehingga akan lebih cepat berbuah dibanding benih biji. Sebagian tanaman miliknya saat ini sudah mulai berbuah bahkan dipanen, misalnya, pisang cavendish, kelengkeng, dan lemon.
Kecintaannya terhadap dunia pertanian, membawa Ady Indra Pawennari menjadi seorang pengusaha sukses di Kota Tanjungpinang.
Ia memiliki perusahaan Multi Coco Indonesia (MCI) yang memproduksi cocopeat di berbagai daerah di Indonesia yang diekspor hingga ke China.
Ady pun dinobatkan sebagai pahlawan inovasi teknologi dari MNC TV pada tahun 2015 berkat temuan teknologi pengolahan limbah sabut kelapa menjadi cocopeat untuk mendukung pengembangan sektor pertanian di Tanah Air.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023