Otoritas China mulai memperkenalkan sistem pengecekan informasi mengenai keabsahan rohaniwan dari Islam, Katolik, dan Kristen di negara tersebut.

Langkah ini untuk mendukung keterbukaan beragama, terutama dalam hal identifikasi dan pengaturan personel kerohanian, tulis media yang berafiliasi dengan otoritas China dipantau di Beijing, Kamis.

Dengan adanya sistem tersebut, masyarakat bisa mengecek langsung laman resmi Asosiasi Islam China (CIA), Asosiasi Gereja Katolik China (CCC), Dewan Gereja Kristen China (CCC), dan Biro Urusan Keagamaan China (CSBRA) mengenai identitas yang terdaftar sebagai rohaniwan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Ada dua hal yang harus diinput oleh pengakses laman tersebut, yakni nama pada kartu identitas atau gelar keagamaan dan kota tempat tinggal rohaniwan tersebut.

Jika seseorang teridentifikasi sebagai rohaniwan sesuai dengan regulasi setempat, maka akan muncul nama, jenis kelamin, pas foto, gelar keagamaan, aliran keagamaan, dan nomor identitas rohaniwan.

Sistem pengecekan informasi tersebut telah diperkenalkan oleh kalangan rohaniwan Buddha dan Taoisme di China sejak Februari lalu untuk mengatasi kasus penipuan oleh kalangan rohaniwan.

Kasus penipuan yang melibatkan rohaniwan gadungan beberapa kali terjadi di China sehingga sangat merusak citra beberapa kelompok agama, mengganggu ketertiban sosial, dan kerugian ekonomi.

Pada 2021, Wang Xingfu di Jinan, Provinsi Shandong, diganjar hukuman selama 25 tahun setelah melakukan penggalangan dana secara ilegal hingga mencapai 200 juta yuan (Rp422,8 miliar).

Pelaku juga dituduh memerkosa dan menganiaya beberapa murid sekolah dengan memalsukan identitas sebagai tokoh Buddha Tibet. 

Pewarta: M. Irfan Ilmie

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023