Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Yayasan Ulayat meminta Pemerintah Provinsi Bengkulu meninjau kembali izin hak pengusahaan hutan (HPH) milik PT Anugrah Pratama Inspirasi berlokasi di perbatasan Kabupaten Lebong dan Mukomuko karena diduga pengelolaan izin tidak sesuai ketentuan.
"Sudah hampir tiga tahun berjalan tapi tidak ada dokumen rencana kerja tahunanan perusahaan itu, kami minta agar pemerintah mengevaluasi izinnya," kata Direktur Yayasan Ulayat Bengkulu Oka Adriansyah di Bengkulu, Jumat.
Ia mengatakan hasil penelurusan Ulayat di lapangan, perusahaan itu tidak memiliki peralatan memadai untuk melakukan aktivitasnya.
Pengelolaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang tidak dilakukan perusahaan membuat masyarakat merambah dan menduduki sebagian areal.
"Di lokasi hanya ada sawmil kecil yang mengolah kayu untuk kebutuhan lokal, sedangkan kelas HPH sesuai izin seharusnya sudah ekspor," tambahnya.
Selain itu kata dia, pengelolaan hutan yang tidak berjalan di lapangan dikhawatirkan akan memunculkan konflik dengan masyarakat setempat.
Apalagi setelah dilakukan penelurusan tidak ditemukan keberadaan fisik kantor PT API, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
"Bahkan Dinas Kehutanan Bengkulu Utara dan Mukomuko sebagai pemilik kawasan HPH tidak tahu alamat kantor perusahaan itu, kami mencurigai perusahan ini fiktif," katanya.
Sebelum penerbitan izin HPH PT API seluas 42 ribu hektare di Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis dan HPT Airrami, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu juga sudah menolak keberadaan perusahaan itu.
"Lokasi kerja masuk dalam kawasan hulu tujuh sungai yang akan terancam rusak jika HPH diserahkan ke perusahaan itu," kata Dewan Daerah Walhi Bengkulu, Barlian.
Ia mengatakan tujuh sungai yang memiliki hulu di lokasi kerja PT API tersebut yaitu Sungai Air Pangyukam, Sungai Air Rami, Sungai Air Kuro, Sungai Air Seblat, Sungai Lelangi, Sungai Suwo dan Sungai Ketahun.
Penerbitan izin HPH seluas 42 ribu hektare tersebut akan membuat sungai tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena kayu yang ada di sekitarnya akan dibabat.
Padahal, hampir semua sungai tersebut tidak terlalu panjang yang artinya jika terjadi banjir akan cepat mencapai permukiman masyarakat.
Selain itu, keberadaan perusahaan itu akan berpotensi menimbulkan konflik terkait rencana perluasan Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat dibawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu.
Konflik agraria juga diperkirakan akan muncul dengan kehadiran perusahaan ini khususnya di sekitar HPT Air Rami, yang masuk dalam pengelolaan PT API karena sekitar 350 Kepala Keluarga telah memiliki sertifikat tanah di kawasan tersebut.(rni)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
"Sudah hampir tiga tahun berjalan tapi tidak ada dokumen rencana kerja tahunanan perusahaan itu, kami minta agar pemerintah mengevaluasi izinnya," kata Direktur Yayasan Ulayat Bengkulu Oka Adriansyah di Bengkulu, Jumat.
Ia mengatakan hasil penelurusan Ulayat di lapangan, perusahaan itu tidak memiliki peralatan memadai untuk melakukan aktivitasnya.
Pengelolaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang tidak dilakukan perusahaan membuat masyarakat merambah dan menduduki sebagian areal.
"Di lokasi hanya ada sawmil kecil yang mengolah kayu untuk kebutuhan lokal, sedangkan kelas HPH sesuai izin seharusnya sudah ekspor," tambahnya.
Selain itu kata dia, pengelolaan hutan yang tidak berjalan di lapangan dikhawatirkan akan memunculkan konflik dengan masyarakat setempat.
Apalagi setelah dilakukan penelurusan tidak ditemukan keberadaan fisik kantor PT API, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
"Bahkan Dinas Kehutanan Bengkulu Utara dan Mukomuko sebagai pemilik kawasan HPH tidak tahu alamat kantor perusahaan itu, kami mencurigai perusahan ini fiktif," katanya.
Sebelum penerbitan izin HPH PT API seluas 42 ribu hektare di Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis dan HPT Airrami, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu juga sudah menolak keberadaan perusahaan itu.
"Lokasi kerja masuk dalam kawasan hulu tujuh sungai yang akan terancam rusak jika HPH diserahkan ke perusahaan itu," kata Dewan Daerah Walhi Bengkulu, Barlian.
Ia mengatakan tujuh sungai yang memiliki hulu di lokasi kerja PT API tersebut yaitu Sungai Air Pangyukam, Sungai Air Rami, Sungai Air Kuro, Sungai Air Seblat, Sungai Lelangi, Sungai Suwo dan Sungai Ketahun.
Penerbitan izin HPH seluas 42 ribu hektare tersebut akan membuat sungai tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena kayu yang ada di sekitarnya akan dibabat.
Padahal, hampir semua sungai tersebut tidak terlalu panjang yang artinya jika terjadi banjir akan cepat mencapai permukiman masyarakat.
Selain itu, keberadaan perusahaan itu akan berpotensi menimbulkan konflik terkait rencana perluasan Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat dibawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu.
Konflik agraria juga diperkirakan akan muncul dengan kehadiran perusahaan ini khususnya di sekitar HPT Air Rami, yang masuk dalam pengelolaan PT API karena sekitar 350 Kepala Keluarga telah memiliki sertifikat tanah di kawasan tersebut.(rni)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012