Jakarta (Antara) - Kejaksaan Agung meminta Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk memahami hukum di Indonesia terkait eksekusi mati terhadap pelaku peredaran narkoba.
"Kami meminta mereka memahami kondisi objektif dan kedaulatan hukum setiap negara mengapa hukuman mati masih diterapkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di Jakarta, Senin.
Faktanya, kata Tony Spontana, masih banyak negara-negara lain di dunia selain Indonesia yang hukum positifnya masih memberlakukan pidana mati.
Jadi, kata dia, dengan demikian bagi Indonesia putusan hukuman mati dari pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap bagi para terpidana pelaku kejahatan sangat serius seperti narkoba dan sejenisnya "the most serious crime" demi menyelamatkan bangsa secara konsisten harus dilaksanakan.
"Jadi yang diperangi adalah kejahatan seriusnya bukannya yang lain. Itulah yang perlu dipahami," katanya.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mengkritik Sekjen PBB Ban Ki-moon atas permintaannya kepada pemerintah Indonesia agar membatalkan pelaksanaan hukuman mati terhadap sejumlah terpidana narkoba.
"Permintaan Ban Ki-moon sungguh disayangkan karena kecenderungan melakukan intervensi dan membela negara-negara maju di PBB," tegas Hikmahanto.
Sekjen PBB Ban Ki-moon meminta Indonesia untuk membatalkan pelaksanaan hukuman mati atas sejumlah terpidana mati yang terlibat narkoba, termasuk dua warga Australia yang masuk kelompok "Bali Nine".
Hikmahanto mempertanyakan suara Ban Ki-moon yang seolah memihak negara maju.
Ia menagih di mana suara Ban Ki-moon ketika warga negara Indonesia Ruwiyati harus menjalani hukuman mati di Arab Saudi.
"Apakah karena Ruwiyati berkewarganegaraan Indonesia dan Indonesia bukan negara maju sehingga suara Ban Ki-moon absen," ujar Hikmahanto.
Ia juga mempertanyakan apakah Ban Ki-moon tidak menyadari bahwa banyak orang mati karena ketergantungan narkoba. Ban Ki-moon dinilai hanya berempati pelaku tetapi tidak pada korban.
"Apakah Indonesia dianggap sebagai negara barbar karena melaksanakan hukuman mati, lantaran menurut Ban Ki-moon, PBB menentang hukuman mati. Lalu bagaimana dengan AS yang di sejumlah negara bagiannya masih mengenal hukuman mati, juga Malaysia, Singapura dan Arab Saudi," tegas dia. ***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015