Pemimpin masyarakat Muslim Jerman pada Rabu (9/8) mengatakan masjid di seluruh Jerman menghadapi peningkatan aksi vandalisme, pelecehan dan ancaman.
Kemal Ergun, presiden kelompok Muslim-Turki IGMG, mengatakan kepada Anadolu ada lebih banyak masjid menerima surat ancaman dalam beberapa minggu belakangan, dengan tanda tangan neo-Nazi alias 'NSU 2.0'.
"Kami tidak akan takut, kami tidak akan terintimidasi oleh ancaman semacam itu. Namun disayangkan bahwa banyak dari upaya pembakaran terhadap masjid, yang dapat menghilangkan banyak nyawa, para penyerang tidak diselidiki dan ditangkap," kata Ergun.
Baca juga: Indonesia kecam pembakaran Al Quran di Swedia
“NSU 2.0” mengacu pada National Socialist Underground, sebuah kelompok teror neo-Nazi yang didirikan pada tahun 2011 yang membunuh 10 orang dan melakukan serangan bom yang menargetkan imigran Turki dan Muslim.
Menurut statistik resmi, ada 124 serangan terhadap Muslim dalam tiga bulan pertama 2023, termasuk serangan verbal dan fisik, surat ancaman, dan serangan pembakaran menargetkan masjid-masjid.
Ergun telah meminta otoritas untuk melakukan penyelidikan mendalam atas kejahatan tersebut dan mengadili para penyerang. Dia juga menyerukan sikap tegas melawan kebencian anti-Muslim dan ekstremisme sayap kanan.
"Sayangnya, rasisme adalah kenyataan di Jerman. Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa partai politik yang rasis dan fasis (AfD) menjadi partai terbesar kedua di negara ini. Hal ini menunjukkan bahwa kita menuju masa berbahaya," kata dia.
Jajak pendapat baru minggu lalu menempatkan partai anti imigran Alternative for Germany (AfD) berada di tempat kedua, di atas partai Demokrat pimpinan Kanselir Olaf Scholz.
Sementara itu Burhan Kesici, ketua Dewan Islami untuk Republik Federal Jerman, mengatakan bahwa para politisi dari partai demokratik seharusnya menentang populisme sayap kanan dan melawan pesan Islamofobia mereka.
Baca juga: Negara berpenduduk mayoritas Muslim bahas digitalisasi arsip Islam
"Kami berharap dari otoritas politik untuk memperluas dukungan mereka terhadap masyarakat Muslim. Mereka seharusnya menggarisbawahi dalam pidato mereka bahwa Muslim adalah bagian dari negara ini, dan mereka bukan ancaman bagi masyarakat," kata Kesici.
Dia juga mengusulkan langkah keamanan lebih ketat oleh kepolisian untuk melindungi masjid-masjid dan institusi Islam.
Dalam beberapa tahun belakangan, Jerman menyaksikan peningkatan rasisme dan Islamfobia, yang dipicu oleh propaganda kelompok neo-Nazi dan sayap kanan AfD, dengan mengeksploitasi krisis pengungsi dan upaya menanamkan ketakutan kepada imigran.
Menurut data terbaru, polisi mencatat 610 kejahatan kebencian Islamofobia pada 2022 di seluruh negeri.
Kemudian, sekitar 62 masjid diserang antara Januari hingga Desember tahun lalu. dan setidaknya 39 orang terluka akibat kekerasan anti-Muslim.
Dengan jumlah penduduk mencapai 84 juta orang, Jerman memiliki populasi Muslim kedua terbanyak di Eropa Barat setelah Prancis. Di antara hampir 5,3 juta Muslim di negara itu, 3 juta berasal dari Turki.
Sumber: Anadolu
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
Kemal Ergun, presiden kelompok Muslim-Turki IGMG, mengatakan kepada Anadolu ada lebih banyak masjid menerima surat ancaman dalam beberapa minggu belakangan, dengan tanda tangan neo-Nazi alias 'NSU 2.0'.
"Kami tidak akan takut, kami tidak akan terintimidasi oleh ancaman semacam itu. Namun disayangkan bahwa banyak dari upaya pembakaran terhadap masjid, yang dapat menghilangkan banyak nyawa, para penyerang tidak diselidiki dan ditangkap," kata Ergun.
Baca juga: Indonesia kecam pembakaran Al Quran di Swedia
“NSU 2.0” mengacu pada National Socialist Underground, sebuah kelompok teror neo-Nazi yang didirikan pada tahun 2011 yang membunuh 10 orang dan melakukan serangan bom yang menargetkan imigran Turki dan Muslim.
Menurut statistik resmi, ada 124 serangan terhadap Muslim dalam tiga bulan pertama 2023, termasuk serangan verbal dan fisik, surat ancaman, dan serangan pembakaran menargetkan masjid-masjid.
Ergun telah meminta otoritas untuk melakukan penyelidikan mendalam atas kejahatan tersebut dan mengadili para penyerang. Dia juga menyerukan sikap tegas melawan kebencian anti-Muslim dan ekstremisme sayap kanan.
"Sayangnya, rasisme adalah kenyataan di Jerman. Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa partai politik yang rasis dan fasis (AfD) menjadi partai terbesar kedua di negara ini. Hal ini menunjukkan bahwa kita menuju masa berbahaya," kata dia.
Jajak pendapat baru minggu lalu menempatkan partai anti imigran Alternative for Germany (AfD) berada di tempat kedua, di atas partai Demokrat pimpinan Kanselir Olaf Scholz.
Sementara itu Burhan Kesici, ketua Dewan Islami untuk Republik Federal Jerman, mengatakan bahwa para politisi dari partai demokratik seharusnya menentang populisme sayap kanan dan melawan pesan Islamofobia mereka.
Baca juga: Negara berpenduduk mayoritas Muslim bahas digitalisasi arsip Islam
"Kami berharap dari otoritas politik untuk memperluas dukungan mereka terhadap masyarakat Muslim. Mereka seharusnya menggarisbawahi dalam pidato mereka bahwa Muslim adalah bagian dari negara ini, dan mereka bukan ancaman bagi masyarakat," kata Kesici.
Dia juga mengusulkan langkah keamanan lebih ketat oleh kepolisian untuk melindungi masjid-masjid dan institusi Islam.
Dalam beberapa tahun belakangan, Jerman menyaksikan peningkatan rasisme dan Islamfobia, yang dipicu oleh propaganda kelompok neo-Nazi dan sayap kanan AfD, dengan mengeksploitasi krisis pengungsi dan upaya menanamkan ketakutan kepada imigran.
Menurut data terbaru, polisi mencatat 610 kejahatan kebencian Islamofobia pada 2022 di seluruh negeri.
Kemudian, sekitar 62 masjid diserang antara Januari hingga Desember tahun lalu. dan setidaknya 39 orang terluka akibat kekerasan anti-Muslim.
Dengan jumlah penduduk mencapai 84 juta orang, Jerman memiliki populasi Muslim kedua terbanyak di Eropa Barat setelah Prancis. Di antara hampir 5,3 juta Muslim di negara itu, 3 juta berasal dari Turki.
Sumber: Anadolu
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023