Kota Bengkulu baru saja mengumumkan julukan baru. Kota Merah Putih sebutannya. Julukan ini seolah ingin menambatkan posisi penting ibu kota Bumi Raflesia dalam sejarah Indonesia.

Seperti diketahui, Bengkulu menjadi tempat Soekarno menjalani pengasingan. Di kota ini pula, Sang Proklamator menemukan tambatan hatinya yang baru, Fatmawati.

Kelak, perempuan keturunan tokoh Muhammadiyah Bengkulu itu pulalah yang menjahit Sang Saka Merah Putih saat upacara proklamasi 17 Agustus 1945.

Tapi, seolah ada yang janggal, kapan sebetulnya gagasan menggunakan warna merah putih sebagai bendera resmi Indonesia?

Baca juga: Pemkot Bengkulu perkenalkan Kota Merah Putih pada HUT Ke-78 RI
 
Sejumlah pemuda dan pemudi membawa bendera sepanjang 77 meter saat Kirab Kebangsaan di Kediri, Jawa Timur, Jumat (12/5/2023). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/foc.


Merah putih telah dikenal para pejuang kemerdekaan Indonesia. Jauh sebelum itu, panji dan umbul-umbul berwarna merah putih telah akrab bagi masyarakat era Majapahit. Warna itu bahkan membentang hingga era perjuangan Pangeran Diponegoro.

Tak hanya kerajaan di Tanah Jawa, warna merah putih juga biasa ada di Tanah Batak. Tokoh kharismatik Sisingamangaraja IX menggunakan merah putih sebagai warna bendera perang.

Sempat menjadi bendera perjuangan, Belanda melarang pengibaran merah putih. Hal inilah yang membuat bendera merah putih tak berkibar saat Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928.

Bendera merah putih diakui "lahir" sebagai simbol negara saat Jepang memberi izin kemerdekaan pada 7 September 1944.

Baca juga: Uri-Uri Budaya Majapahit dalam Festival Mojotirto

Mengutip laman Kemendikbud, untuk menindaklanjuti janji tersebut Soekarno dan Chuuoo Sangi In, dewan pendudukan Jepang di Indonesia yang anggotanya orang Jepang dan Indonesia, menggelar rapat pada 12 September 1944. Dari situlah kesepakatan mengenai pemakaian lagu dan bendera kebangsaan.
 
Pajangan berupa figurin dari era Kerajaan Majapahit di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2023). ANTARA/Putu Indah Savitri (Dok)


Sebulan kemudian, menurut Fatmawati dalam memoarnya, Pimpinan Barisan Propaganda Jepang, Hitoshi Shimizu melalui pemuda bernama Chairul Basri memberikan dua blok kain merah dan putih berbahan katun asal Jepang.

Dua blok kain itu kemudian dijahit dengan mesin jahit tangan. Kain itu dirangkai menjadi sebuah bendera dengan ukuran lebar dua-pertiga dari panjangnya,  rasio warna merah dan putih sebesar 2:3.
 

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengunjungi Museum Fatmawati Soekarno di Bengkulu dan dusuk menjahit bendera dengan mesin yang digunakan untuk menjahit bendera merah putih pertama, di Bengkulu, Senin. (ANTARA/HO-Humas Pemprov Jatim)


Beberapa bulan sebelum bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati tersebut, upacara pembukaan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dilakukan pada 28 Mei 1945 di bekas gedung Volksraad diadakan acara pengibaran  bendera Jepang Hinomaru yang dilakukan oleh Mr. A.G. Pringgodigdo dan pengibaran bendera Indonesia Sang Merah Putih yang dilakukan oleh Toyohiko Masuda.

Bendera yang dijahit Fatmawati diistirahatkan dari pengibarannya pada 1969. Kondisi kain yang terus menua membuat pemerintah mereplikasinya.

Baca juga: Bendera dan Naskah Proklamasi tiba di Istana Merdeka

Pewarta: Maulana Kautsar

Editor : Anom Prihantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023