Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI R.A. Adaninggar Primadia Nariswari menegaskan bakteri Wolbachia yang ada di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti tidak dapat hidup pada tubuh manusia.
"Tidak sama sekali (berbahaya) ya, karena bakteri yang ada pada nyamuk Aedes aegypti ini hanya bisa hidup di dalam serangga," katanya dalam akun instagram pribadinya @drningz di Jakarta, Senin.
dr Ningz, sapaan akrabnya menjelaskan bakteri Wolbachia memiliki ukuran yang jauh lebih besar daripada belalai (probosis) pada nyamuk yang digunakan untuk menghisap darah manusia, sehingga hal tersebut mencegah perpindahan bakteri Wolbachia ke dalam tubuh manusia.
"Kalaupun ada sedikit yang masuk ke tubuh manusia, tetap bakteri ini tidak bisa hidup di dalam tubuh manusia karena dia tidak bisa hidup di dalam sel mamalia," tambahnya.
Penelitian, kata dr Ningz, juga membuktikan bahwa tidak ada penduduk yang terdeteksi memiliki antibodi Wolbachia di tempat nyamuk ber-Wolbachia diujicoba.
"Artinya memang bakteri ini tidak masuk ke dalam tubuh manusia dan tidak menyebabkan reaksi di dalamnya," tegasnya.
Senada dengan hal tersebut, peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Adi Utarini mengatakan bakteri Wolbachia hanya dapat hidup di dalam sel tubuh serangga, sehingga tidak berisiko memicu penyakit baru yang dapat mengancam kesehatan manusia.
"Wolbachia adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk dan tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga," kata Adi Utarini, Minggu (19/11).
Hal itu diketahui berdasarkan hasil penelitiannya bersama tim dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM dan World Mosquito Program (WMP) sejak 2011 untuk membuktikan efektivitas bakteri Wolbachia terhadap penurunan kasus dengue di Indonesia.
Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi Wolbachia untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Teknologi Wolbachia yang digunakan, diimplementasikan dengan metode 'penggantian', di mana nyamuk jantan dan nyamuk betina Wolbachia dilepaskan ke populasi alami.
Tujuannya, agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung Wolbachia. "Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki Wolbachia," tuturnya.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
"Tidak sama sekali (berbahaya) ya, karena bakteri yang ada pada nyamuk Aedes aegypti ini hanya bisa hidup di dalam serangga," katanya dalam akun instagram pribadinya @drningz di Jakarta, Senin.
dr Ningz, sapaan akrabnya menjelaskan bakteri Wolbachia memiliki ukuran yang jauh lebih besar daripada belalai (probosis) pada nyamuk yang digunakan untuk menghisap darah manusia, sehingga hal tersebut mencegah perpindahan bakteri Wolbachia ke dalam tubuh manusia.
"Kalaupun ada sedikit yang masuk ke tubuh manusia, tetap bakteri ini tidak bisa hidup di dalam tubuh manusia karena dia tidak bisa hidup di dalam sel mamalia," tambahnya.
Penelitian, kata dr Ningz, juga membuktikan bahwa tidak ada penduduk yang terdeteksi memiliki antibodi Wolbachia di tempat nyamuk ber-Wolbachia diujicoba.
"Artinya memang bakteri ini tidak masuk ke dalam tubuh manusia dan tidak menyebabkan reaksi di dalamnya," tegasnya.
Senada dengan hal tersebut, peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Adi Utarini mengatakan bakteri Wolbachia hanya dapat hidup di dalam sel tubuh serangga, sehingga tidak berisiko memicu penyakit baru yang dapat mengancam kesehatan manusia.
"Wolbachia adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk dan tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga," kata Adi Utarini, Minggu (19/11).
Hal itu diketahui berdasarkan hasil penelitiannya bersama tim dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM dan World Mosquito Program (WMP) sejak 2011 untuk membuktikan efektivitas bakteri Wolbachia terhadap penurunan kasus dengue di Indonesia.
Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi Wolbachia untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Teknologi Wolbachia yang digunakan, diimplementasikan dengan metode 'penggantian', di mana nyamuk jantan dan nyamuk betina Wolbachia dilepaskan ke populasi alami.
Tujuannya, agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung Wolbachia. "Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki Wolbachia," tuturnya.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023