Jakarta (Antara) - Presiden Negarawan Center Johan O Silalahi memprediksi pergantian enam menteri Kabinet Kerja pada pekan lalu merupakan awal, dan akan ada perombakan ("reshuffle") kabinet lanjutan di masa mendatang.

"Sesungguhnya secara 'de facto', bisa dikatakan yang dilakukan Presiden Jokowi dan Wapres JK adalah 'reshuffle' yang prematur, 'reshuffle' kabinet setengah hati yang pasti akan dilanjutkan dengan 'reshuffle' kabinet jilid 2 yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh," kata Johan kepada pers di Jakarta, Sabtu, menanggapi pergantian terhadap enam menteri.

Menurut dia, masih ada menteri yang kinerjanya belum maksimal dan selama ini belum mampu menjadi aset, motor dan integrator bagi pemerintahan, namun tetap dipertahankan.

Dia menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup berani mempertaruhkan jabatan kepresidenannya dengan memilih mempertahankan menteri-menteri yang kinerjanya mendapat kritik publik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kompleks yang diwariskan pemerintahan terdahulu.

"Bukan hanya mempertaruhkan jabatannya, sesungguhnya Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla juga otomatis mempertaruhkan nasib dan masa depan Bangsa Indonesia yang sedang memasuki turbulensi awan kelam yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya," tukas Johan.

Bahkan, kata dia, masih ditambah lagi dengan ancaman badai ekonomi yang mengancam Tiongkok dan dunia. "Ibarat bermain catur, maka langkah 'buying time' dengan 'reshuffle' kabinet setengah hati yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla ini berisiko," tegasnya.

"Reshuffle" prematur ini, menurut Johan, bukan saja tidak menyelesaikan masalah, malah akan menimbulkan masalah baru yang membuat semakin ruwet dan kompleks masalah jika semangat para menko baru bukan menjadi motor dan integrator yang berkualitas.

Menko bukan pelaksana lapangan dan bukan pengambil kebijakan kementerian yang berhubungan langsung dengan publik. Mereka hanya melakukan koordinasi dan memberikan pengaturan atau arahan.

"Jika memang benar tiga menko yang baru dilantik adalah orang hebat, apakah mereka mampu mengubah seketika para menteri di bawahnya untuk juga menjadi hebat seperti mereka?" imbuhnya.

Atau sebaliknya, yang terjadi adalah kesimpangsiuran kebijakan, miskomunikasi dan mismanajemen. "Memang kelemahannya adalah para menteri pelaksana lapangan, sehingga arahan dan koordinasi dari menko akan dilaksanakan berbeda di lapangan oleh para menteri karena keterbatasan kapabilitas para menteri tersebut," pungkasnya.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015