Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan telah memeriksa dua hakim agung terkait musyawarah pengambilan keputusan yang salah satu anggota majelis hakimnya pada saat itu adalah tersangka dugaan tidak pidana pencucian uang (TPPU) yakni mantan hakim agung Gazalba Saleh (GS).

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain kaitan adanya musyawarah dalam proses pengambilan putusan dalam perkara KM50 dengan salah satu komposisi majelis hakimnya saat itu adalah tersangka GS," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Meski demikian Ali belum menjelaskan soal apa saja temuan tim penyidik KPK dalam pemeriksaan terhadap dua hakim agung tersebut.

Mantan hakim agung Gazalba Saleh sebelumnya divonis bebas dalam kasus suap pengurusan perkara di MA. Namun KPK kemudian kembali menetapkan Gazalba sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU.

KPK pada Kamis (30/11) kembali menahan mantan Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Gazalba Saleh (GS) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Gazalba Saleh diduga telah memanfaatkan jabatannya selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017 untuk mengondisikan isi amar putusan yang mengakomodasi dan menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berperkara dan mengajukan upaya hukum di MA.

Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, Gazalba menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar.

Sebagai bukti permulaan awal dimana dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022 ditemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp15 miliar.

Atas penerimaan gratifikasi dimaksud, GS kemudian melakukan pembelian berbagai aset bernilai ekonomis antara lain pembelian tunai satu unit rumah yang berlokasi di salah satu klaster di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp7,6 miliar.

Kemudian pembelian satu bidang tanah beserta bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan harga Rp5 miliar.

Penyidik juga menemukan adanya penukaran sejumlah uang di beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya mencapai miliaran rupiah

Penerimaan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan Gazalba pada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak diterima serta tidak mencantumkan aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Atas perbuatannya Gazalba Saleh dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024