Bengkulu (Antara) - Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Bengkulu baru membeli sebanyak 2.700 ton dari 6.000 ton beras yang ditargetkan terserap dari petani di daerah itu.

"Ada beberapa kendala penyerapan tahun ini rendah, salah satunya karena kemarau berkepanjangan," kata Kepala Seksi Tata Usaha Bulog Bengkulu, Roy Wicaksono di Bengkulu, Jumat.

Menurut dia, selain kemarau yang mengakibatkan hasil panen tidak optimal, pembelian yang tidak mencapai target juga disebabkan harga jual beras yang tinggi di pasaran.

Dari 10 kabupaten dan kota penghasil padi, tiga kabupaten yang tidak menyumbangkan beras lokal yakni Kabupaten Kaur, Seluma dan Bengkulu Tengah.

"Banyak petani yang beralih dari padi ke tanaman kedelai karena kemarau sangat panjang tahun ini," ucapnya.

Realisasi pembelian beras lokal tahun ini menurutnya cukup kecil bila dibandingkan dengan realisasi pada 2014 yang mencapai 8.000 ton dari target sebanyak 6.000 ton.

Harga beras yang dibeli dari petani sesuai harga pembelian yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar Rp7.300 per kilogram.

Sumber beras lokal terbanya yakni dari Kabupaten Kepahiang sebanyak 1.000 ton, Kabupaten Rejanglebong sebanyak 950 ton dan Bengkulu Selatan sebanyak 310 ton.

"Sisanya dari Kabupaten Bengkulu Utara, Mukomuko dan Kota Bengkulu," ujarnya.

Sementara harga beras di tingkat pedagang pengecer yakni jenis beras manggis Rp11.900 per kilogram, beras asalan Rp9.400 per kilogram dan beras lokal Rp10 ribu per kilogram.

Dengan harga beras yang tinggi tersebut menurut dia sangat wajar bila sebagian besar petani menjual beras ke pasaran dibanding menjual ke Bulog.

Penurunan hasil panen padi akibat kemarau dibenarkan petani di Kecamatan Selagan Raya Kabupaten Mukomuko mengatakan bahwa hasil panen merosot hingga 50 persen akibat kekeringan yang melanda wilayah ini dalam beberapa bulan terakhir.

"Hasil panen kami turun sampai 50 persen karena padi kekurangan air," kata Nurjanah, petani setempat.

Ia mengatakan dalam kondisi cuaca baik, produksi padi mencapai 4,5 hingga 5 ton per hektare turun menjadi 2,5 ton per hektare.

Menurut dia, meski air irigasi ada, padi tetap butuh hujan, terutama saat memasuki fase berbunga.

"Kalau tidak ada hujan, padi stres dan mulai dihinggapi penyakit," imbuhnya.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015