Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mempersiapkan lima program untuk mendorong optimalisasi tata kelola pemerintahan, pelayanan publik dan pencegahan korupsi di daerah.
Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Widjanarko mengungkapkan lima program unggulan tersebut mencakup penajaman indikator dan sub indikator monitoring center for prevention (MCP) KPK, pendalaman area prioritas terutama pengadaan barang dan jasa serta perizinan, penguatan aparat pengawas internal pemerintah (APIP), optimalisasi sinergi APIP-aparat penegak hukum (APH), dan pemantauan lapangan.
"Program unggulan tersebut diprioritaskan untuk mengatasi tantangan pemberantasan korupsi di daerah, di mana masih tingginya risiko korupsi pada area pengadaan barang dan jasa, serta masih maraknya praktik suap, gratifikasi, dan pemerasan pada pelaksanaan pelayanan publik," kata Didik dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Didik menyampaikan tantangan lainnya yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di daerah yaitu masih lemahnya pengawasan internal terutama dari sisi anggaran, sumber daya manusia, dan independensi.
Hal ini diperkuat dengan data MCP 2023, di mana area pengawasan APIP memiliki nilai indeks capaian terendah dari delapan area intervensi, yaitu sebesar 70.
Oleh karena itu, menurut dia, penguatan APIP perlu dilakukan melalui tiga aspek yang dibutuhkan, yaitu aspek anggaran, sumber daya manusia, dan aspek independensi dan objektivitas.
Ketiga aspek dioptimalkan dengan sinergi antara KPK, Kemendagri, BPKP, KemenPan RB, dan Kemenkeu.
Dia menerangkan salah satu bentuk penguatan APIP adalah aparat sipil negara (ASN) yang menjabat sebagai APIP tidak bisa dimutasi oleh kepala daerah.
"Aturan-aturan sudah ada bahwa seperti tidak bisa bupati itu memindahkan seorang inspektur tanpa persetujuan dari gubernur atau inspektur provinsi, demikian juga inspektur provinsi tidak bisa langsung dipindahkan tanpa sepengetahuan seizin dari Kemendagri, itu penguatan mereka," ujarnya.
Meski demikian Didik memastikan KPK bersama para pemangku kepentingan pada tahun akan kembali melakukan penguatan terhadap APIP.
"Tahun ini kami akan merumuskan bagaimana lebih menguatkan lagi hal itu, sehingga mereka betul-betul berani untuk menyatakan hal yang benar tidak takut dipindah, tidak takut dengan kepala daerah, sehingga betul-betul mereka mampu bertugas untuk melakukan pengawasan dan pengendalian di pemda tempat mereka bertugas," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Korsup Wilayah I KPK Edi Suryanto juga memaparkan tentang upaya yang akan dilakukan dalam rangka penyelamatan keuangan negara sebagai bagian dalam upaya penajaman indikator MCP, salah satunya adalah penertiban prasarana, sarana, dan utilitas (PSU).
Berdasarkan data internal KPK, capaian PSU tahun 2023 hanya mencapai Rp12,5 triliun, di mana nilainya turun Rp6,7 triliun dari tahun 2022 yang mencapai Rp19,2 triliun.
Menurut dia, beberapa permasalahan PSU yang terjadi disebabkan oleh adanya penundaan dalam penyerahan perumahan kepada Pemda setelah proses pembangunan, berhentinya masa operasi sehingga kondisi PSU sudah tidak layak, dan Pemda tidak dapat melakukan perbaikan PSU.
Dia mengatakan KPK telah melakukan sinergi dalam penyelesaian PSU Pemda dengan Kejaksaan, BPN, serta pihak terkait lainnya. Hal ini diawali dari Kota Makassar sejak tahun 2019, dan diperluas sampai ke seluruh kabupaten/ kota.
“KPK juga regulasi penertiban PSU, termasuk pengambil alihan PSU ketika pengembang sudah tidak ada,” kata Edi.
Edi menyebut bahwa KPK tidak bisa sendiri dalam memberantas tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, KPK membutuhkan kolaborasi dari berbagai elemen masyarakat, tak terkecuali media massa sebagai mitra strategis KPK dalam melawan tindak pidana korupsi.
“Sinergi, itu yang paling penting. Kami berharap media bisa ikut turun ke wilayah. Jangan hanya menunggu berita penindakan atau OTT, Ada kegiatan KPK lainnya yang dapat diliput oleh rekan-rekan media, salah satunya agenda KPK di daerah,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Widjanarko mengungkapkan lima program unggulan tersebut mencakup penajaman indikator dan sub indikator monitoring center for prevention (MCP) KPK, pendalaman area prioritas terutama pengadaan barang dan jasa serta perizinan, penguatan aparat pengawas internal pemerintah (APIP), optimalisasi sinergi APIP-aparat penegak hukum (APH), dan pemantauan lapangan.
"Program unggulan tersebut diprioritaskan untuk mengatasi tantangan pemberantasan korupsi di daerah, di mana masih tingginya risiko korupsi pada area pengadaan barang dan jasa, serta masih maraknya praktik suap, gratifikasi, dan pemerasan pada pelaksanaan pelayanan publik," kata Didik dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Didik menyampaikan tantangan lainnya yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di daerah yaitu masih lemahnya pengawasan internal terutama dari sisi anggaran, sumber daya manusia, dan independensi.
Hal ini diperkuat dengan data MCP 2023, di mana area pengawasan APIP memiliki nilai indeks capaian terendah dari delapan area intervensi, yaitu sebesar 70.
Oleh karena itu, menurut dia, penguatan APIP perlu dilakukan melalui tiga aspek yang dibutuhkan, yaitu aspek anggaran, sumber daya manusia, dan aspek independensi dan objektivitas.
Ketiga aspek dioptimalkan dengan sinergi antara KPK, Kemendagri, BPKP, KemenPan RB, dan Kemenkeu.
Dia menerangkan salah satu bentuk penguatan APIP adalah aparat sipil negara (ASN) yang menjabat sebagai APIP tidak bisa dimutasi oleh kepala daerah.
"Aturan-aturan sudah ada bahwa seperti tidak bisa bupati itu memindahkan seorang inspektur tanpa persetujuan dari gubernur atau inspektur provinsi, demikian juga inspektur provinsi tidak bisa langsung dipindahkan tanpa sepengetahuan seizin dari Kemendagri, itu penguatan mereka," ujarnya.
Meski demikian Didik memastikan KPK bersama para pemangku kepentingan pada tahun akan kembali melakukan penguatan terhadap APIP.
"Tahun ini kami akan merumuskan bagaimana lebih menguatkan lagi hal itu, sehingga mereka betul-betul berani untuk menyatakan hal yang benar tidak takut dipindah, tidak takut dengan kepala daerah, sehingga betul-betul mereka mampu bertugas untuk melakukan pengawasan dan pengendalian di pemda tempat mereka bertugas," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Korsup Wilayah I KPK Edi Suryanto juga memaparkan tentang upaya yang akan dilakukan dalam rangka penyelamatan keuangan negara sebagai bagian dalam upaya penajaman indikator MCP, salah satunya adalah penertiban prasarana, sarana, dan utilitas (PSU).
Berdasarkan data internal KPK, capaian PSU tahun 2023 hanya mencapai Rp12,5 triliun, di mana nilainya turun Rp6,7 triliun dari tahun 2022 yang mencapai Rp19,2 triliun.
Menurut dia, beberapa permasalahan PSU yang terjadi disebabkan oleh adanya penundaan dalam penyerahan perumahan kepada Pemda setelah proses pembangunan, berhentinya masa operasi sehingga kondisi PSU sudah tidak layak, dan Pemda tidak dapat melakukan perbaikan PSU.
Dia mengatakan KPK telah melakukan sinergi dalam penyelesaian PSU Pemda dengan Kejaksaan, BPN, serta pihak terkait lainnya. Hal ini diawali dari Kota Makassar sejak tahun 2019, dan diperluas sampai ke seluruh kabupaten/ kota.
“KPK juga regulasi penertiban PSU, termasuk pengambil alihan PSU ketika pengembang sudah tidak ada,” kata Edi.
Edi menyebut bahwa KPK tidak bisa sendiri dalam memberantas tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, KPK membutuhkan kolaborasi dari berbagai elemen masyarakat, tak terkecuali media massa sebagai mitra strategis KPK dalam melawan tindak pidana korupsi.
“Sinergi, itu yang paling penting. Kami berharap media bisa ikut turun ke wilayah. Jangan hanya menunggu berita penindakan atau OTT, Ada kegiatan KPK lainnya yang dapat diliput oleh rekan-rekan media, salah satunya agenda KPK di daerah,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024