Bogor (ANTARA Bengkulu) - Heli Super Puma saat turun di Lapangan Pasir Pogor, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memiliki daya magnet tersendiri bagi warga setempat untuk datang ke tempat landasan heli untuk mengevakuasi korban pesawat Sukhoi Superjet 100 dari lokasi jatuhnya di Gunung Salak ke Bandara Halim Perdanakusumah.

Warga berduyun-duyun menyaksikan kemampuan heli Super Puma tersebut meski sesekali wajah dan tubuh mereka tertiup angin kencang bercampur dengan pasir saat heli berwarna hijau itu turun maupun naik ke angkasa.

Seperti di film, pasti ada aktornya atau jagoannya, demikian pula dengan keberadaan heli Super Puma itu yang tidak lain dari Sang Pilot, Muhammad Riza Yudha Fahlevie yang juga Kasie Opslat Pangkalan Udara  (Lanud) Atang Sendjaja, Bogor.

Dengan kemahirannya dia harus mampu bermanuver untuk mendaratkan heli itu, terlebih lagi medan yang dihadapinya lumayan ekstrem yakni Gunung Salak di mana sebagai tempat jatuhnya burung besi buatan Rusia yang berpenumpang 45 orang itu.

Belum lagi dengan cuaca yang kerap berubah-ubah hingga diperlukan kejelian dalam mengendalikannya.

"Ini medan yang paling berat dan sulit," katanya saat diwawancarai ANTARA di Lapangan Pasir Pogor, Cijeruk, Bogor.

Dikatakannya, meski dirinya pilot, tapi setidaknya pernah mempelajari soal medan di darat. "Puncaknya di tebing yang mudah runtuh," katanya.

Sehingga, kata dia, diperlukan "insting", apalagi ketinggian gunung tersebut mencapai 6.950 feet, terlebih lagi landasan heli di puncak tersebut belum dibuka.

"Hingga harus melakukan 'hover' (heli bertahan di udara)," katanya.

Aksi hover itu harus diketinggian 50 feet, serta harus teliti dan beban jangan melebihi dari kapasitas heli yang ada. "Jika kelebihan 50 kilogram sekalipun, heli bisa turun ke bawah saat hover, ini berbahaya," katanya.

Belum lagi ditambah dengan kondisi awan yang ada. "Jika awan mendekat ke heli, maka helipun harus mengalah," katanya yang merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1996.

Semuanya itu, kata dia, harus dipelajari dan tidak segan-segan belajar melalui referensi yang ada.

Alasannya, dirinya memegang teguh, seorang pilot bukan dilihat dari jago akrobatik tapi yang namanya jago itu adalah sampai berhenti menjadi pilot selalu selamat.

"Pilot yang hebat itu, sampai tuanya, selamat," katanya.

Ia juga menceritakan sukanya menjadi pilot Super Puma, yakni bisa landing dimana-mana atau bisa "ngampung". "Bisa berhenti di kampung dan bertemu dengan warga," katanya.

Dukanya sendiri, ia membahkan selalu meninggalkan keluarga. "Janji dengan keluarga selalu tidak bisa ditepati," katanya.

Namun soal itu, tidaklah menjadi masalah karena ada kepuasan tersendiri saat menjalankan operasi sukses. (T.R021/A035)

Pewarta: Riza Fahriza

Editor : AWI-SEO&Digital Ads


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012