Paris (Antara) - Program perhutanan sosial yakni memberikan akses pengelolaan kawasan hutan 12,7 juta hektare kepada masyarakat akan membantu Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama dari sektor pengelolaan hutan dan lahan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Demikian disampaikan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hadi Daryanto saat diskusi panel tentang Masyarakat Adat, Perhutanan Sosial dan Perubahan Iklim di arean Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim di Le Bourget, Paris, Prancis, Jumat.

Ia mengatakan bahwa perhutanan sosial menjadi salah jawaban atas persoalan alih fungsi hutan dan pengelolaan lahan yang menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia.

"Masyarakat menanam dan menjaga hutan karena mereka memanen hasil hutan nonkayu sehingga perekonomian mereka bergantung pada kelestarian hutan," tutur Hadi.

Program ini kata Hadi dibangun oleh Pemerintah Indonesia bersama Pemerintah Inggris dengan membentuk satu lembaga yakni "Multistakeholder Forestry Programme" (MFP) untuk mempercepat realisasi perhutanan sosial tersebut.

Untuk mempercepat program tersebut, Kementerian LHK membangun sistem pemetaan yang menghasilkan 40 ribu poligon dengan 6.000 komunitas di dalamnya.

"Kami juga memiliki 2.400 orang kontak di lapangan untuk memastikan bahwa program ini tepat sasaran," ucapnya.

Tidak hanya membantu masyarakat untuk mengelola kawasan hutan dalam bentuk hutan kemasyarakatan, hutan desa dan hutan tanaman rakyat, program MFP juga membantu masyarakat sekitar hutan untuk pengemasan dan pemasaran produk.

Hadi mengatakan untuk mempercepat program itu, pihaknya juga membangun sistem perizinan secara "online" atau dalam jaringan, dengan target pengurusan izin paling lama dalam enam bulan.

Sementara Koordinator Akses Masyarakat ke Hutan, Nur Amalia mengatakan bahwa program ini sudah dijalankan di 15 provinsi dengan luasan sementara mencapai 450 ribu hektare.

"Selain membantu akses masyarakat ke hutan, kami juga membantu mereka meningkatkan kapasitas dalam mengelola hasil panen, seperti masyarakat adat di Benakat, Sumatera Selatan dan Alor, Nusa Tenggara Barat yang beternak madu hutan," paparnya.

Ia mengatakan bahwa lewat program MFP, target perhutanan sosial yang diproyeksi seluas 1 juta hektare akan terealisasi pada pertengahan 2017.

Sementara Pengurus Perempuan Adat, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Olvy Octavuabita Tumbelaka mengatakan bahwa dalam perhutanan sosial tersebut, masyarakat adat mendesak pemerintah mengakui hutan adat.

"Hutan adat dengan skema lain berbeda, karena dalam hutan adat, kepemilikan adalah komunal dan seluru tindakan pengelolaan terhadap kawasan hutan itu diputuskan bersama," tambahnya.

Diketahui, Pemerintah Indonesia dalam KTT Iklim Paris menegaskan komitmen penurunan emisi hingga 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional dan salah satunya dengan mengembangkan sistem pengelolaan hutan dan sektor lahan.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015