Paris (Antara) - Pemerintah Vatikan mendukung kelompok negara-negara rentan dan amat rawan perubahan iklim yang bergabung dalam "Climate Vulnerable Forum" yang dipimpin Filipina yang mengusulkan peningkatan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.

Hal itu untuk menghambat pemanasan global sehingga pulau-pulau di negara-negara tersebut tidak lenyap akibat kenaikan permukaan air laut, kata Perwakilan Vatikan, Monsignor Bernardito Auza seperti dikutip tim komunikasi COP ke-21 di Le Bourget, Paris, Prancis, Kamis waktu setempat.

"Kami memilih opsi kedua yang tercantum dalam bagian dua Kesepakatan Paris, yakni peningkatan suhu di bawah dua derajat dan ditekan hingga di bawah 1,5 derajat," kata Perwakilan Vatikan, Monsignor Bernardito Auza.

Pernyataan itu diungkapkan Bernardito usai bertemu dengan Staf Khusus Presiden Filippina Bidang Perlindungan Lingkungan, Nereus Acosta dan Anggota Komisi Perubahan Iklim Filipina, Heherson Alvarez di areana Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim (COP) ke-21 di Le Bourget, Paris.

"Kami menyambut baik dukungan Vatikan ini dan berharap pemerintahan lain juga bergabung untuk suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius sehingga menjadi kesepakatan terikat hukum dalam `Paris Agreement`", kata Nereus.

Ia mengharapkan posisi Vatikan memberikan penguatan bagi negara lain untuk mendukung ambisi penurunan emisi gas rumah kaca.

"Kita memiliki kewajiban moral untuk menghambat pemanasan global ke angka paling terkecil dan angka 1,5 derajat masih memungkinkan," kata Nereus menambahkan.

Keputusan Vatikan itu disampaikan hanya beberapa jam sebelum perundingan iklim di Paris akan berakhir. Sesuai jadwal yang ditetapkan panitia, penutupan COP ke-21 dijadwalkan pada Jumat (11/12).

Saat ini sebanyak 113 negara sudah bergabung dengan "Climate Vulnerable Forum" untuk menyuarakan target kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius yang disepakati dalam dokumen "Paris Agreement".

Sementara perundingan iklim masih berlanjut di arena KTT Iklim di Le Bourget. Selain persoalan pendanaan dan dan perbedaan tanggungjawab mitigasi dan adaptasi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang, batas kenaikan suhu global juga belum mencapai kesepakatan.

Dalam dokumen setebal 29 halaman tersebut, tepatnya pada bagian dua tentang tujuan (purpose), ditawarkan tiga opsi untuk kenaikan suhu global yakni di bawah dua derajat Celcius dari suhu masa pra-industri.

Opsi kedua adalah di bawah kenaikan suhu di bawah dua derajat namun diupayakan ditekan hingga di bawah 1,5 derajat Celcius dan opsi ketiga yang disuarakan negara-negara kepulauan adalah di bawah 1,5 derajat Celcius dari masa pra-industri.

Sebelumnya Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) merilis bahwa ambang batas kenaikan suhu bumi pada 2100 adalah dua derajat Celcius dari masa pra-industri.

Peningkatan suhu global diperkirakan akan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut dan meningkatkan intensitas fenomena cuaca yang ekstrem seperti badai tropis yang dialami negara-negara kepulauan.

Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar mengatakan bahwa Indonesia bertahan pada pilihan dua derajat Celcius namun menurutnya jalan tengah adalah opsi kedua yakni di bawah dua derajat Celcius namun bila memungkinkan diturunkan hingga 1,5 derajat Celcius.

Untuk memutuskan tiga opsi tersebut, para Menteri sudah kembali ke dalam ruangan untuk memutuskan "Paris Agreement" yang diharapkan tuntas sebelum penutupan COP pada Jumat (11/12). ***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015