Kepala Rumah Sakit Hewan Provinsi Sumatera Barat drh Idham Fahmi mengatakan kematian harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) di Sigaruntang, Jorong Sungai Pua, Nagari atau Desa Sungai Pua, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, akibat tulang rawan trakea atau batang tenggorokan pecah.
"Sebelum dibuka saat nekropsi, kita mendapatkan tulang rawan trakea mengalami pecah akibat troma hiferemi atau darah yang mengalir lebih banyak dari biasanya, sehingga kita menduga ambang kematian akibat gagal pernapasan," katanya di Padang, Jumat.
Ia mengatakan gagal napas itu disebabkan benda melilit di leher harimau betina tersebut, sehingga udara dari luar ke paru-paru tidak bisa mengalir.
Baca juga: Seekor harimau Sumatra mati terjerat di Sungai Pua Kabupaten Agam
Baca juga: Seekor harimau Sumatra mati terjerat di Sungai Pua Kabupaten Agam
Akibatnya harimau sumatera tersebut mengalami sesak napas dan mati.
"Udara tidak bisa masuk ke paru-paru, sehingga harimau mengalami sesak napas dan mati," katanya.
Ia menambahkan bahwa Rumah Sakit Hewan Sumbar mengirimkan beberapa sampel organ tubuh harimau ke Laboratorium Veteriner Bukittinggi.
Organ tubuh yang dikirim terdiri dari trakea harimau karena diduga kuat terjadinya troma hiferemi, organ paru karena ada beberapa kelainan di organ tersebut dari patologi anatomi, sehingga perlu dikonfirmasi secara histopatologi atau prosedur yang melibatkan pemeriksaan jaringan utuh di Laboratorium Veteriner Bukittinggi.
Baca juga: TNKS Bengkulu-Sumsel rutin bersihkan jerat harimau dalam kawasan
Baca juga: TNKS Bengkulu-Sumsel rutin bersihkan jerat harimau dalam kawasan
Selain itu, juga ditemukan kelainan pada hati. Untuk konfirmasi lanjutan akan dibawa ke Laboratorium Veteriner Bukittinggi, sehingga penemuan diagnosa awal dari harimau bisa scientific dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Hasilnya bisa keluar lima sampai tujuh hari. Hasilnya bakal disampaikan ke BKSDA Sumbar dan hasil akan dikonsultasikan ke dokter hewan Rumah Sakit Hewan Sumbar," katanya.
Menurut dia, harimau diperkirakan berusia tiga sampai empat tahun berdasarkan temuan gigi geliginya.
"Artinya, satwa tersebut remaja menuju dewasa dan belum pernah melahirkan berdasarkan organ reproduksi,"ujarnya.
Baca juga: Populasi harimau sumatera dalam TNKS diperkirakan lebih dari 150 ekor
Baca juga: Populasi harimau sumatera dalam TNKS diperkirakan lebih dari 150 ekor
Sebelumnya satwa dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya itu mati akibat terjerat di Sigaruntang, Jorong Sungai Pua, Nagari atau Desa Sungai Pua, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Kamis (25/7).
Harimau pertama kali terkena jerat babi di bagian leher diketahui warga bernama Simar saat sedang berada di sawahnya.
Simar awalnya menduga yang terjerat itu babi, kemudian ia langsung menuju lokasi. Sesampainya di lokasi, Simar melihat harimau yang terjerat, dan langsung memberitahukan ke warga sekitar.
Selanjutnya Wali Nagari atau Kepala Desa Sungai Pua melaporkan temuan itu ke BKSDA sekitar pukul 16.00 WIB.
Baca juga: Harimau "Puti Malabin" dilepasliarkan ke habitat alami di Sumbar
Baca juga: Harimau "Puti Malabin" dilepasliarkan ke habitat alami di Sumbar
"Mendapat laporan itu, kami langsung menurunkan petugas dari Resor Konservasi Wilayah I Panti, Resort Konservasi Wilayah II Maninjau dan Resor Konservasi Marapi Singgalang ke lokasi," kata Kepala Seksi Wilayah I Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar Antonius Vevri.
Ia mengatakan petugas sampai ke Sungai Pua sekitar pukul 18.30 WIB dan langsung ke lokasi. Sekitar pukul 19.10 WIB harimau sudah mati.
"Satwa langsung kita evakuasi bersama Tim Patroli Anak Nagari (Pagari) dan warga. Satwa dibawa ke Rumah Sakit Hewan Sumbar di Padang untuk dilakukan nekropsi guna memastikan penyebab kematian selain terjerat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024