Jakarta (Antara) - Ketua Dewan Pertimbangan MMD Initiative Mahfud MD mengatakan negara tidak boleh melakukan kompromi dengan kelompok ekstrimis Abu Sayyaf yang membajak dua kapal pengangkut batu bara berbendera Indonesia.

"Tidak benar kompromi dengan pembajak. Tidak usah menghiraukan tuntutan tebusan," ujar Mahfud MD di kantor MMD Initiative, di Jakarta, Rabu.

Mahfud menilai langkah pemerintah Indonesia yang akan membebaskan 10 warga negara Indonesia yang di sandera dan kini diperkirakan berada di Filipina sudah tepat, asalkan tidak mengindahkan tuntutan tebusan.

"Saya baca beritanya pemerintah Indonesia siap jika Filipina mengizinkan, itu bagus," ujar dia.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meminta pemerintah proaktif mengupayakan pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf.

"Ini menyangkut nyawa WNI. Pemerintah harus berkomunikasi proaktif dengan pemerintah Filipina, dan segera mengirimkan tim dalam waktu secepatnya," kata Fadli Zon.

Fadli mengatakan Abu Sayyaf dikenal sebagai kelompok yang cukup berani menyakiti sanderanya. Meskipun jumlah anggotanya diperkirakan sedikit, namun cukup militan.

"Ini menyangkut pembelaan negara terhadap nyawa, tumpah darah Indonesia. Ya satu orang pun harus kita bela," ujar Fadli.

Sebelumnya, tugboat bernama Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 berbendera Indonesia yang diawaki 10 WNI dan membawa 7.000 ton batubara dari Sungai Puting di Kalimantan Selatan menuju Batangas, kawasan Filipina Selatan dibajak kelompok Abu Sayyaf.

Tidak hanya menyandera, kelompok tersebut juga menuntut pemerintah membayar biaya tebusan sebesar 50 juta peso atau setara dengan Rp14,3 miliar.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016