Pada perayaan Hari Batik Nasional hari ini Museum Batik Indonesia mengajak para siswa memahami nilai-nilai batik yang berkelanjutan dengan memanfaatkan sekaligus menjaga kelestarian bahan-bahan batik yang ada di alam.

“Batik sebagai budaya berkelanjutan sejalan dengan pilar-pilar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), salah satunya pilar kebudayaan, dimana kita ingin melestarikan dan mengembangkan budaya batik secara inklusif serta berkelanjutan melalui edukasi kepada para siswa,” kata Direktur Utama TMII Intan Ayu Kartika di Museum Batik Indonesia, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Presiden ajak masyarakat kenakan batik dengan rasa bangga

Ia mengungkapkan salah satu tantangan utama dalam pelestarian batik yakni regenerasi pembatik muda, sehingga TMII melalui Museum Batik Indonesia terus berkolaborasi dengan sekolah-sekolah melalui berbagai program, termasuk berbagai aktivitas membatik sebagai upaya melestarikan warisan budaya tak benda.

“Misalnya ada program ke sekolah, kami juga memasukkan aktivitas-aktivitas di museum dan ada juga perayaan-perayaan atau event yang tujuannya untuk membantu meneruskan dan mengedukasi bahwa kita punya program-program, contohnya membatik tulis untuk siswa, yang sangat penting sebagai warisan budaya tak benda,” paparnya.

Sementara itu Kepala Bagian Umum Museum dan Cagar Budaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Brahmantara menyampaikan pentingnya edukasi tentang batik kepada generasi Z sebagai garda depan pelestarian warisan budaya tersebut.

Baca juga: Pemkab Mukomuko daftarkan indikasi geograpis Batik Tando Pusako

“Generasi Z saat ini yang akan berada di garda depan pelestarian tentu menjadi sasaran yang cukup penting dalam rangka melestarikan batik, maka melalui beberapa program edukasi yang menyenangkan, kami harapkan dapat memberikan minat kepada mereka,” ujar dia.

Sedangkan Penanggung Jawab Unit Museum Batik Indonesia Archangela Y. Aprianingrum mengemukakan batik mempunyai relasi yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga rasa memiliki yang ada dalam diri masing-masing tentu sangat besar.

“Batik itu mempunyai relasi dengan kehidupan masyarakat, pasti semua di rumah minimal punya satu baju atau kain batik, kan? Jadi, ketika ada relasi bahwa mereka mempunyai rasa memiliki, pasti ada keinginan jangan sampai ini hilang dong, seperti itu sudah menjadi salah satu bentuk pelestarian,” kata Arum.

Baca juga: Batik siap ke pasar internasional usai Klasifikasi Nice

Ia menjelaskan Museum Batik Indonesia terus membangun komunikasi dan mengedukasi masyarakat untuk ikut melestarikan batik sesuai dengan perannya masing-masing.

“Tidak harus jadi pembatik, seperti tadi yang ditampilkan dalam teater siswa yang memberi penjelasan perbedaan batik tulis dan batik printing. Peran apa saja, sesuai dengan kemampuannya, yang penting turut mendukung pelestarian batik di Indonesia,” tuturnya.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024