Bengkulu (Antara) - Warga Pulau Enggano mengusulkan pengembangan pariwisata berbasis ekosistem atau mengacu pada daya dukung lingkungan di pulau terluar berjarak 106 mil laut dari Kota Bengkulu itu.

"Pembangunan pariwisata jangan sampai mengganggu ekosistem Pulau Enggano yang bergantung pada kawasan hutan yang tersisa," kata Ketua Yayasan Karya Enggano, Basyir Kauno di Bengkulu, Senin.

Saat mengikuti bimbingan teknis perancangan kawasan strategis pariwisata nasional Pulau Enggano di Kota Bengkulu, Basyir mengatakan masa depan pulau di tengah Samudera Hindia itu bergantung pada ekosistem perairan dan daratannya.

Secara khusus, Yayasan Karya Enggano mengusulkan pengelolaan pariwisata di Pulau Merbau, pulau kecil di sisi Pulau Enggano yang dapat dikembangkan untuk wisata memancing, selam, selancar dan lainnya.

"Pembangunan penginapan juga sebaiknya tidak berbentuk hotel bertingkat tapi mengembangkan penginapan yang melibatkan masyarakat berbentuk `home stay`," ucapnya.

Kepala Suku Kaitora, Raffli Zen Kaitora mengatakan masyarakat di pulau seluas 40 ribu hektare itu mendukung pengembangan sektor pariwisata dan maritime di wilayah itu.

"Pembangunan pariwisata sebaiknya melibatkan masyarakat adat Enggano karena atraksi budaya juga bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan," tuturnya.

Untuk mendukung pariwisata di pulau tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah membangun lima rumah adat yakni rumah adat Kauno, Kaharuba, Kaahua, Kaharubi dan Kamay.

Rumah adat Enggano berbentuk rumah panggung dua lantai setinggi enam meter dengan bentuk bangunan bulat atau melingkar berukuran 8 x 8 meter.

Raffli mengatakan bahwa pengelolaan rumah adat yang bisa menjadi rumah tinggal sementara dengan kapasitas 10 orang itu diserahkan ke masing-masing lembaga adat.

"Kami berharap rumah adat ini bisa menghidupkan kembali kegiatan-kegiatan adat yang bisa mendukung pariwisata di Pulau Enggano," imbuhnya.***1***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016