Polres Metro Jakarta Barat (Polres Jakbar) berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi bandar judi dalam jaringan (online/judol) di Kamboja.
"Kami sudah data mereka dan sudah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti informasi tersebut," kata Syahduddi usai penggerebekan sindikat jual beli rekening untuk judi online di Perumahan Cengkareng Indah Blok AB, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat.
Ia menjelaskan, identitas awal dari mereka teridentifikasi dari nama-nama penerima ribuan rekening di Kamboja yang dikirim oleh sindikat jual beli rekening di Cengkareng, Jakarta Barat.
"Pihak yang menerima ponsel (berisi M-Banking dan rekening) tersebut adalah Martin, Henky, Jono, Semar Group, HO, Lim Manto, Linda, Lai dan Max yang merupakan WNI di Kamboja," katanya.
Sindikat jual beli rekening untuk judi dalam jaringan (online) di Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat menampung sebanyak 4.324 rekening selama 30 bulan beroperasi sejak 2022.
Ia juga menyebut ribuan rekening tersebut dikirimkan sindikat tersebut ke bandar judi online di Kamboja.
"Selama dua tahun dan enam bulan beroperasi, ditemukan sebanyak 1.081 lembar resi pengiriman. Pengakuan tersangka tadi bahwa setiap resi itu mengirim dua unit handphone dan masing-masing handphone berisi dua aplikasi 'mobile banking'," katanya.
Menurut dia, jika masing-masing ponsel berisi dua aplikasi 'mobile banking', maka terdapat total 4.324 buku rekening bank yang dikumpulkan.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi menangkap delapan orang tersangka berinisial RS (31), DAP (27), Y (44), RF (28), ME (21), RH (29), AR (22) dan RD (28) yang tergabung dalam sindikat jual beli rekening untuk judol.
Para tersangka disangkakan dengan pasal berlapis yakni pasal 80 Undang-Undang nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana dengan sanksi pidana penjara empat tahun dan denda Rp4 miliar.
Serta pasal 27 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 Undang-Undang nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2028 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan sanksi pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024