Jakarta (Antara) - Pemerintah Indonesia meminta Pemerintah Filipina untuk menyelesaikan dan bernegosiasi dalam upaya pembebasan tujuh warga negara Indonesia yang disandera pada saat berlayar melintasi Laut Zulu pada 20 Juni lalu.

"Sekarang, kita masih meminta Pemerintah Filipina untuk menyelesaikan itu. Kita tidak ingin negosiasi dalam bentuk lain, yang pasti pertama adalah proses meminta Pemerintah Filipina untuk menanganinya sama seperti dulu," kata Wapres Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat.

Pemerintah Indonesia belum merencanakan mengirim pasukan Tentara Nasional Indonesia ke Filipina mengingat proses negosiasi yang dilakukan Pemerintah Filipina masih berlangsung.

"Apabila tidak ada jalan, yang terakhir tentu dengan kekuatan militer sesuai dengan persetujuan Pemerintah Filipina. Itu yang selalu dilakukan, kita tidak ingin negosiasi dalam bentuk lain," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa personel militer Indonesia akan diizinkan untuk memasuki wilayah Filipina apabila kembali terjadi penyanderaan WNI oleh militan dari negara tersebut.

"Kita sudah sepakat, kalau nanti ada penyanderaan lagi kita boleh masuk," kata Ryamizard.

Personel militer Indonesia tersebut baru diperkenankan masuk ke teritorial Filipina apabila terjadi penyanderaan di waktu mendatang, sedangkan pada kasus terakhir yang menimpa ABK Tugboat Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 belum bisa dilakukan aksi infiltrasi.

Kesepakatan tersebut dicapai usai dilakukan pertemuan tiga menteri pertahanan dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina pada pekan lalu.

"Mereka setuju, memang sudah ada daftar hukumnya masuk dalam ASEAN dan pertemuan kemarin dengan menteri-menteri pertahanan di Laos dan terakhir di singapura dan konkritnya di Filipina. Dengan adanya penyanderaan ini, sebagaimana keputusan bersama setuju kita masuk ke laut, kemudian nanti akan kita tindak lanjuti ke darat," ujarnya.

Pada 23 Juni 2016, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mendapat konfirmasi bahwa telah terjadi penyanderaan terhadap ABK WNI Kapal Tugboat Charles 001 dan Kapal Tongkang Robby 152, sebagaimana yang disampaikan Menlu Retno LP Marsudi di Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Jumat (24/6).

Menlu Retno Marsudi menyebutkan bahwa penyanderaan terhadap tujuh ABK Indonesia itu terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap, yaitu pada 20 Juni sekitar pukul 11.30 waktu setempat dan sekitar 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.

Retno menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia akan melakukan semua cara yang memungkinkan untuk membebaskan para ABK yang disandera tersebut melalui kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah Filipina. ***2*** 

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016