Bengkulu (Antarabengkulu.com) - Masyarakat Suku Serawai di Bengkulu menggelar tradisi "bakar gunung" yakni membuat gundukan dari batok kelapa lalu dibakar untuk menyemarakkan malam takbiran menyambut 1 Syawal 1437 Hijriah.

"Bakar gunung hanya penamaan karena tumpukan batok kelapa dibuat menjulang seperti gunung lalu dibakar," kata Sekretaris Bengkulu Heritage Society (BHS), Asnody Restiawan di Bengkulu, Selasa.

Ia mengatakan tradisi ini juga kerap disebut "Ronjok Sayak" di mana sayak merupakan bahasa daerah dari batok kelapa.

Pada zaman dulu kata Asnody, kegiatan "bakar gunung" tersebut dilakukan merata oleh warga. Pembakaran batok kelapa kering yang tersusun rapi hingga setinggi lebih satu meter menjadi pemandangan umum di depan rumah warga.

"Apalagi zaman dulu belum ada listrik sebagai penerangan jadi pembakaran batok kelapa ini jadi penerang sebagai bentuk sukacita menyambut Idul Fitri," ucapnya.

Kini, tradisi tersebut masih dipertahankan oleh sebagian warga, namun menurut Asnody tidak semeriah ronjok sayak pada waktu-waktu lalu.

Penyebabnya antara lain keterbatasan bahan batok kelapa dan penerangan listrik yang hampir merata hingga ke pelosok desa di wilayah itu.

Asnody menambahkan, acara "bakar gunung" sedikit berbeda di masyarakat Kecamatan Kedurang, Kabupaten Bengkulu Selatan yang menyebut kegiatan pembakaran batok kelapa itu dengan nama "nujuh likur".

Nujuh likur diartikan sebagai ibadah puasa yang sudah memasuki hari ke-27. Dalam bahasa lokal, nujuh artinyo tujuh dan likur merupakan sebutan untuk bilangan dua puluh.

"Masyarakat di sana membakar batok kelapa saat malam ke-27 puasa sebagai tanda bahwa puasa tinggal tiga hari dan masyarakat akan turun dari kebun untuk mempersiapkan diri menyambut Idul Fitri," kata dia.

Pembakaran batok kelapa pada nujuh likur sebagai penanda untuk memanggil warga yang berada di ladang atau kebun untuk kembali ke desa dan mempersiapkan diri dan kebutuhan untuk menyemarakkan Hari Kemenangan. 

Pewarta:

Editor : Riski Maruto


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016