Pekanbaru (Antara) - Pakar hukum pidana Universitas Riau Erdianto Effendi mengatakan, 
penerapan biaya denda maksimal tilang terbaru bagi para pengendara motor harus masuk ke kas negara.

"Tidak masalah denda tinggi jika benar-benar masuk ke kas negara dan harus berlaku kepada siapa saja yang melanggar," katanya di Pekanbaru, Selasa.

Hal tersebut disampaikannya terkait Kepolisian RI menerapkan biaya denda maksimal tilang terbaru bagi para pengendara motor maupun mobil, namun belum banyak diketahui  pengendara yang melanggar aturan lalu lintas.

Menurut Erdianto, selama ini kelemahan utama kita adalah hukum yang tidak tegas.

Petugas saja masih pakai nomor polisi modifikasi, tanpa spion dan sebagainya.

Ia mengatakan, tegaknya aturan lalu lintas tidak terkait tinggi atau rendahnya denda.

Jika diberhentikan petugas saja sebenarnya sudah memberi efek jera, sayangnya banyak pelanggaran dibiarkan dengan berbagai alasan seperti karena masih remaja, karena sesama petugas, dan kurangnya transportasi umum.

"Padahal jumlah denda tersebut sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009, hanya selama ini belum diterapkan denda maksimal," katanya.

Selama ini polisi, katanya lagi masih mengedepankan pendekatan preemptif, ditegur dan diingatkan tapi belum ditindak oleh karena itu sosialisasi sebaiknya terus digencarkan.

Namun demikian, katanya, tanpa sosialisasi pun sebenarnya sudah bisa diterapkan karena ada "fictie" hukum dimana semua orang dianggap tahu tentang hukum ketika UU sudah diundangkan dalam lembaran negara. Bahkan masa sosialisasinya pun sudah lama, sejak 2009 sampai 2016 yang artinya sudah 15 tahun.

"Untuk menghindari praktik suap pada pertugas, maka diperlukan pengawasan dari masyarakat untuk mengefektifkan sanksi sosial. Masyarakat digerakkan untuk bersikap tegas terhadap pelanggar lalu lntas, polisi sebaiknya memberi reward pada masyarakat yang aktif," katanya.

Selain itu, menurut dia, masyarakat juga perlu mengawasi pelanggaran lalu lintas oleh pengendara maupun oleh petugas, baik petugas sebagai pengendara maupun sebagai penegak aturan," katanya.

Seorang warga Kota Pekanbaru, Retmon, yang juga pengendara motor dan mobil mengatakan setuju demi melindungi diri dan keluarga dari tingkah laku pengendara yang tidak tertib.

"Yang saya cemaskan yakni ketika pengendara lain tidak berhati-hati atau melanggar rambu lalulintas, maka berpeluang terjadinya kecelakaan lalulintas yang akan membahayakan anak dan istri saat dibonceng," katanya dan menambahkan artinya jika semua sudah tertib berlalulintas pada diri sendiri maka orang lain juga akan selamat.

Kepolisian RI menerapkan biaya denda maksimal tilang terbaru yakni tidak membawa STNK didenda Rp500 ribu, tidak membawa SIM Rp250 ribu, tidak memakai helm Rp250 ribu, membawa penumpang tidak pakai helm didenda Rp250 ribu, dan tidak mengenakan sabuk keselamatan Rp250 ribu.

Selain itu melanggar lampu lalu lintas untuk mobil didenda Rp250 ribu, motor Rp100 ribu, tidak pasang isyarat mogok Rp500 ribu, pintu terbuka ketika jalan Rp250 ribu, tidak komplit perlengkapan mobil Rp250 ribu, melanggar tanda nomor kendaraan bermotor (nopol) Rp500 ribu, menggunakan ponsel saat mengendarai kendaraan Rp750 ribu.Tidak mempunyai kaca spion dan klakson motor Rp250 ribu, mobil Rp250 ribu, dan melanggar rambu lalulintas Rp500 ribu. ***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016