Shanghai, China (Antara/Reuters) - Wilayah bagian utara China diselimuti asap untuk hari kelima berturut-turut pada Rabu saat para penduduk mengeluhkan langkah darurat negara yang masih belum diberlakukan dengan layak.

Penduduk di Shijiazhuang, ibu kota Provinsi Hebei, yang merupakan wilayah industri besar yang mengelilingi Beijing, mengeluhkan sekolah-sekolah yang masih buka meskipun kota berada dalam tingkat bahaya tinggi dengan tingkat polusi udara yang hampir mencapai tingkat tertinggi yang pernah tercatat.

Sejumlah laporan media di Provinsi Henan, China tengah, juga menunjukkan sejumlah gambar pelajar yang melakukan ujian di ruangan terbuka yang diselimuti asap.

"Kami tidak tahu berapa lama asap ini akan ada, jadi mengapa kelas-kelas tidak diberhentikan?" kata seorang warga Shijiazhuang menulis di media sosial Weibo.

"Para pelajar mengenakan masker tiap hari dan menghadiri kelas-kelas dalam keadaan pusing, jendela-jendela ditutup rapat dan mereka tidak berani membuka serta jarak pandang hanya sejauh 20 meter," demikian tulisan itu.

China memulai "perang melawan polusi" pada 2014 lalu di tengah kekhawatiran masa lalu industrialnya menodai reputasi global mereka dan menahan perkembangan ke depannya. Meskipun demikian, mereka berjuang untuk membalikkan kerusakan yang diakibatkan pertumbuhan ekonomi selama puluhan tahun, yang banyak di antaranya dikarenakan oleh sektor pembangkit listrik tenaga batu bara.

Indeks kualitas udara (AQI) di wilayah produsen baja, Fengnan, di kota Hebei, Tangshan, masih mencapai angka 587 pada Rabu pagi. Peringatan bahaya tinggi dikeluarkan saat AQI diperkirakan akan melewati angka 200 selama lebih dari empat hari berturut-turut, 300 lebih selama lebih dari dua hari atau 500 dalam kurun 24 jam.

Kadar partikel berbahaya yang disebut dengan PM2.5 dalam polusi itu sebesar 380 mikrogram per kubik meter. Tingkat PM2.5 juga tetap tinggi di Beijing, dengan tingkat rata-rata 360 mikrogram per kubik meter menurut data resmi. Kadar yang dapat dikatakan aman adalah sebesar sepuluh mikrogram per kubik meter, menurut Organisasi kesehatan Dunia (WHO).

Wilayah Beijing-Tianjin-Hebei atau yang dikenal dengan Jing-Jin-Ji, menjadi garis depan China dalam usahanya untuk memangkas tingkat polusi dan menawarkan untuk memotong jumlah emisi PM2.5 sebesar 25 persen dalam periode 2013-2017.

Meskipun demikian, Guo Jinlong, pejabat tinggi Partai Komunis Beijing, mengatakan dalam sebuah pertemuan pemerintah pada Selasa bahwa polusi udara yang tebal ini dapat mempersulit wilayah itu untuk mencapai targetnya.

Dia mengatakan perlu usaha lebih untuk memastikan langkah-langkah darurat dapat diberlakukan sepenuhnya, menurut putusan pertemuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perlindungan Lingkungan.

Pihak kementerian telah menyebut dan mempermalukan sejumlah perusahaan dalam beberapa bulan terakhir karena gagal memotong tingkat polusinya , dan mereka juga menuduh pihak berwenang setempat kurang dalam pemantauan.

Banyak penduduk Beijing menyalahkan pemerintahh di beberapa wilayah lain, termasuk Shanxi dan Mongolia Dalam, yang merupakan dua lokasi produsen batu bara terbesar.

Para peneliti mengatakan pada Rabu bahwa meskipun sekitar 30 persen kadar PM2.5 di wilayah Jing-Jin-Ji pada minggu ini masuk dari provinsi lain, terutama Shandong dan Henan, jumlah besar polusi masih berasal dari wilayah setempat.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016