"ASI bukan yang terbaik, tapi ASI itu memang satu-satunya untuk bayi". Sebaris kalimat yang selalu ada dalam benak perempuan muda bernama Aditya Galih Mastika.

Umur Aditya baru 21 tahun. Ia sudah memiliki bayi mungil bernama Azka Qanitah Safela yang lahir di Pontianak pada 13 Mei 2011.

Azka kini sedang belajar berjalan, menjadi anak yang sangat aktif dan sehat.

Ini terkait dengan asupan yang diberikan sang bunda, Ditya. Seorang ibu muda yang sejak kelahiran bayi pertamanya itu berniat untuk menyusui sendiri putri kecilnya tersebut.

Ditya melaksanakan IMD atau inisiasi menyusui dini sesaat setelah bayi dilahirkan.

Azka mendapatkannya berselang 50 menit setelah lahir. Dia dapat ASI eksklusif dari nol bulan hingga enam bulan minimal 12 kali sehari. Ia disusui setiap tiga jam. Setelah enam bulan ia dikenalkan makanan tambahan dan  menyusui enam hingga tujuh kali dalam sehari.

Bayi yang lahir dengan berat 2,6 kilogram dengan panjang 46 sentimeter itu, pada usia 11 bulan sudah 8,5 kilogram. Kini usianya sudah satu tahun, Azka masih mendapatkan ASI, sesuai komitmen bundanya hingga usia dua tahun.

Ada banyak penelitian mengungkapkan manfaat air susu ibu bagi bayi yang baru lahir hingga berusia enam bulan.
Mulai dari Douglas tahun 1950 yang menemukan bahwa anak ASI lebih cepat bisa berjalan, sampai penelitian oleh Lucas (1996) dan Riva (1998) yang menemukan bahwa nilai IQ anak ASI lebih tinggi beberapa poin.

Kemudian hasil studi Horwood dan Fergusson tahun 1998 terhadap 1.000 anak berusia 13 tahun di Selandia Baru, tampak kecenderungan kenaikan lama pemberian ASI sesuai dengan peningkatan IQ pada anak, hasil tes kecerdasan standar, peningkatan rangking di sekolah dan peningkatan angka di sekolah.

Beberapa informasi serupa itulah yang diperoleh Ditya melalui media online, yang kemudian memotivasi untuk dapat menyusui anaknya sendiri.

Menurutnya, ketika awal-awal kehamilan, ia sering mencari susu formula yang baik untuk bayi melalui internet.

Tetapi setelah membuka twitter dan membaca website aimi-asi.org yakni situs Asosiasi ibu menyusui Indonesia, ia termotivasi untuk memberikan ASI eksklusif selama enam bulan usia bayi hingga dua tahun kemudian.

"Saya tahu itu dari internet, bukan dari orang sekitar," katanya saat ditemui di kediamannya di Jalan Abdurrahman Saleh, Gang Sutitah, belum lama ini.

Ketika memutuskan untuk memberikan ASI kepada bayinya setelah lahir, usia Ditya baru 20 tahun.

Semuda itu ia sudah memikirkan apa yang baik untuk pertumbuhan dan kesehatan bayinya kelak.

Ia mengakui ketika melaksanakan komitmen itu, mendapat tanggapan beragam dari keluarga dan orang di sekitarnya. Teguran pun sering ia dapatkan

Apalagi, orang di sekitarnya melihat bayinya, Azka tidak gemuk atau berpostur kecil.

Sebagian orang beranggapan bayi ASI biasanya bertubuh gemuk dan padat.

"Sehingga banyak yang menyarankan supaya saya memberikan susu formula kepada Azka, supaya ia kelihatan gemuk," katanya.

Untuk tetap bertahan pada prinsipnya itu, karena banyak orang di sekelilingnya menilai ia bakal tidak memiliki argumentasi kuat untuk membantah keinginan mereka, Ditya memberikan berkas manfaat ASI eksklusif hasil dari riset di internet.

"Saya tunjukkan ke mereka print-an manfaat ASI itu, supaya mereka baca," kata dia. Karena kalau ia sendiri yang menjelaskan, Ditya menyadari orang-orang yang usianya lebih tua darinya itu tidak akan percaya atau bahkan meremehkan.

Syukurnya, kata dia lagi, setelah membaca hasil riset tersebut, orang-orang yang tadinya menyarankan supaya memberikan susu formula untuk tambahan gizi anaknya, kini bisa menerima keputusan Ditya.  

Namun ada juga pihak keluarga menyarankannya untuk memberikan susu botol kepada Azka, karena mengetahui Ditya memiliki "masalah" dalam menyusui sendiri bayinya.

"Saya menghadapi puting flat (datar) sehingga cukup sulit untuk menyusui sendiri bayi saya," kata istri Sando Safela itu.

Namun ibu muda tersebut tetap pada pendiriannya. "Ditya tetap 'keukeuh' (memaksa, red) jangan sampai Azka dikasih botol karena nanti dia bingung puting," kata dia lagi.  

Ia kemudian mencari tahu melalui internet lagi, bagaimana caranya mengatasi puting flat. Dia juga berkonsultasi dengan salah satu dokter spesialis anak yang ada di Kota Pontianak.

Secara kebetulan dokter tersebut memiliki klinik laktasi, tempat berkonsultasi ibu-ibu menyusui.

"Dari klinik itu saya belajar cara memberikan ASI meski ibu mengalami puting flat," katanya.

Ditya mengikuti klinik tersebut setelah tiga minggu Azka lahir. Ia diajari cara memerah ASI. Komitmennya untuk tetap memberikan ASI eksklusif selama enam bulan, akhirnya terwujud.

Ketika Azka sudah harus dikenalkan makanan tambahan atau pun pendukung ASI, ia menyiapkan makanan dengan tetap mencampurkan ASI pada makanan tersebut.

Ia membuat puding dan susunya dari ASI, pancake (kue dadar) dari ASI, dan jelly atau agar-agar yang disiram ASI.

"Pokoknya semua dari ASI," kata perempuan kelahiran Pontianak, 21 Agustus 1990 itu.

Semua makanan yang dimakan bayinya, disiapkan dari ASI.

Ditya pun tidak mau bayinya itu mendapatkan makanan instan, sehingga ketika liburan ke suatu tempat, ia menjadi sibuk menyiapkan bekal bawaan.

"Jadi 'rempong' (repot berlebihan, red), harus membawa sendiri 'rice cooker' (penanak nasi) atau alat masak lainnya dari rumah," kata mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura itu.

        
                                 Pendonor ASI
Selain dapat memberikan ASI yang cukup bagi putrinya, Ditya juga menjadi pendonor ASI bagi bayi-bayi lainnya.

Terkadang ASI-nya diberikan kepada bayi yang baru 1 hingga 3 hari lahir.

Ketika itu, biasanya puting susu ibu sang bayi belum mengeluarkan air susunya. Ditya juga mendonorkan ASI-nya untuk mengatasi ketiadaan stok ASI ibu si-bayi karena sedang mendapat tugas kerja keluar kota.

"Biasanya ada ibu yang harus berdinas tiga hari ke suatu daerah, nah stok ASI-nya habis, maka saya mendonorkan ASI saya," katanya.

Namun tidak semua orang bersedia menerima ASI donornya. Masih ada para ibu yang khawatir anaknya mendapatkan ASI dari orang lain. Ada ibu yang khawatir karena terkait masalah agama.

Apalagi dalam Islam, bayi yang sepersusuan (dengan ibu menyusui yang sama) dianggap satu darah dan jika dewasa tidak dapat menikah dengan bayi yang menyusu dari ibu yang sama.

Ada pula ibu yang khawatir dengan kondisi susu donor tersebut, menyangkut sterilisasi dan gizinya. Karena itu, Ditya hanya dapat memberikan ASI-nya kepada ibu yang percaya terhadap dirinya.

"Ini harus ada kepercayaan dan keyakinan dari orang tua bayi yang akan mendapat donor ASI," katanya.    
   Ia juga cukup tekun mencatat nama dan alamat jelas bayi dan orang tua yang mendapatkan donor ASI-nya itu.

Ditya mengakui, ia dapat memproduksi ASI yang cukup banyak. Jika dipompa dengan pompa elektrik, maka bisa mendapatkan 150 mililiter ASI.

Tetapi jika kondisi tubuhnya sedang kelelahan, tidak jarang ASI yang dipompa hanya 100 mililiter. Semua ASI tersebut ia simpan dalam freezer pada lemari es.

ASI itu dikemas dalam kantong-kantong ASI yang dapat menampung sebanyak 150 mililiter atau botol kaca steril.

Ia sudah menyetok ASI saat Azka berusia 40 hari. Ketika bayinya lahir, Ditya masih berstatus mahasiswa yang terikat kewajiban untuk tetap kuliah.

Ia juga pengajar privat Bahasa Inggris pada perusahaan BUMN yang memiliki kantor cabang di Pontianak.

Stok ASI-nya memang tidak sampai memenuhi lemari es, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya jika kondisi darurat seperti saat harus kuliah, mengajar ataupun seret ASI dari payudara langsung. Selain itu, stok tersebut juga dapat memenuhi kebutuhan pendonor.

Untuk mendukung komitmennya itu pula, sejak usia bayinya tujuh bulan, Ditya sudah bergabung di Kalbar Peduli ASI. Organisasi ini cikal bakal untuk terbentuknya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) cabang Kalbar.

Ia duduk dalam kepengurusan KPA itu sebagai sekretaris. Anggotanya kini sudah 29 orang yang rata-rata merupakan ibu menyusui.

Bersama pengurus lain, Ditya sudah melakukan sosialisasi mengenai manfaat ASI bagi bayi.

Ia mendatangi para ibu menyusui, dari rumah ke rumah untuk memotivasi mereka agar tetap memberikan ASI kepada bayi. "Kami juga mengajarkan bagaimana memompa ASI jika ada ibu yang mengalami kesulitan memberikan ASI langsung," kata dia.

Kini Ditya sedang menyiapkan terbentuknya AIMI Kalbar yang diharapkan dapat terealisasi dalam waktu dekat.

Ia menyarankan agar para ibu atau calon ibu untuk sering mencari informasi mengenai ASI baik melalui media cetak maupun online yang banyak menyajikan informasi tersebut.

"Kita memproduksi ASI dari pikiran kita, maka dari itu, mesti positif thinking (berpikir positif)," kata ibu muda itu.

Ketika akan melahirkan, hendaknya minta pihak rumah sakit atau klinik melakukan inisiasi menyusui dini (IMD), dan tidak diberikan susu botol (formula) kepada bayi, kata Aditya Galih Mastika. (ANT)

Pewarta: Nurul Hayat

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012