Rejang Lebong (Antara) - Kalangan petani cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, mengeluhkan adanya selisih harga jual yang tinggi komoditas itu di tingkat petani dengan di pasaran.

"Kalau harganya di petani saat ini Rp35.000 per kg, harganya turun naik. Kemarin siang Rp35.000, dan saat sore sudah turun kembali menjadi Rp30.000 per kg. Harga ini jauh berbeda dengan harganya di pasar tradisional yang bisa mencapai Rp60.000 per kilo," kata Suyani, petani cabai di Desa Air Merah, Kecamatan Curup Tengah, Selasa.

Adanya selisih harga yang hingga dua kali lipat di tingkatan petani dengan harga jual di tingkat pedagang pengecer di daerah tersebut, kata dia, membuat bingung para petani.

Selain itu, adanya pemberitaan di media massa yang membahas lonjakan harga cabai merah keriting dan cabai rawit di Tanah Air belakangan juga turut membingungkan mereka, karena faktanya di lapangan harga jual cabai tidak setinggi itu.

"Kalau pada tahun 2016 harga jual cabai di tingkat petani tertinggi pernah mencapai Rp52.000 per kg, sedangkan di pasaran harganya berkisar Rp70.000 per kg. Tapi untuk tahun ini perbedaan harganya terlalu jauh," ujarnya.

Sementara itu menurut Purwanti (50) petani cabai lainnya, saat ini harga cabai merah mengalami kenaikan, namun tidak diiringi dengan ketersediaan stok di tingkat petani menyusul adanya serangan hama penyakit.

"Kalau sebelumnya dari tanah seluas 1/4 hektare ini bisa menghasilkan 800 kg, tapi saat ini paling banyak 500 kg. Tanaman cabai ini banyak diserang hama penyakit seperti busuk buah, mati ranting, kerdil dan jamur," katanya.

Purwanti yang merupakan petani penggarap dengan sistem bagi hasil tersebut mengaku walaupun tidak mendapatkan keuntungan yang besar, namun tetap bersyukur karena walaupun hasil kebunnya sedikit tetapi harga jualnya lumayan tinggi.

Dia juga berharap pemerintah turun tangan guna mengatasi hal ini. ***3***

Pewarta: Nur Muhammad

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017