Jakarta (Antara) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan memutuskan apakah Patrialis Akbar mundur secara terhormat atau tidak.

MKMK sendiri saat ini tengah memeriksa Patrialis sejak pukul 14.00 WIB di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

"Tadi ketemu dengan penyidik dulu, penyidik mendampingi MKMK ketemu dengan Pak Patrialis. Jadi yang ketemu bukan pimpinan, yang ketemu penyidik. Nanti MKMK sendiri yang memutuskan apakah yang bersangkutan mundurnya secara terhormat atau tidak," kata Agus di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Agus juga menyatakan KPK hanya memperlihatkan barang bukti soal kasus suap Patrialias kepada MKMK.

Sebelumnya, Ketua MK Arief Hidayat menyebutkan bahwa Hakim Konstitusi nonaktif Patrialis Akbar telah menyampaikan surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim Konstitusi.

"MK baru saja menerima surat yang ditulis tangan dari rekan kita, Pak Patrialis Akbar, yang menyatakan mengundurkan diri dari jabatan sebagai Hakim MK," ujar Arief usai pertemuan dengan Komisi III DPR RI di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (30/1).

Arief kemudian mengatakan dalam waktu dekat MK akan mengirimkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo untuk mengisi kekosongan atas Hakim MK setelah pengunduran diri Patrialis Akbar.

Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017